“Jika kau memandang dirimu sebagai seorang
penjual, maka pandanglah dirimu sebagai seorang penjual yang mendorong gerobak.
Dia berjalan lurus, bukan fokus pada gerobak. Melainkan pada ‘langit’. Karena
dirinya tau, rezekinya bukan berasal dari gerobak yang dia dorong. Namun dari
Allah, tujuannya.”
“Kau
kau hendak duduk untuk menuliskan sesuatu. Aku sarankan kau berwudhulah dan
bila memungkinkan sholat dhula lah sejenak. Aku tak akan menjanjikan tulisanmu
akan lebih bagus kepadamu. Tapi terasa jemari kian menari dan inspirasi
mengalir begitu saja. ng
Itu bagiku. Bagimu aku tidak tahu. Tapi
cobalah, karena aku menyayangimu.”
“Mas
saya juga bermimpi menjadi penulis, namun aliran kita berbeda. Kalau njenengan
sejarah dan kepemimpinan, saya justru fiksi. Cerpen. Bisa tidak si
menginspirasi kayak buku leiden njenengan?”
“Jangan
salah. Tulisan Max Havvelar (semoga tidak salah mengejanya) itu sampai mengusik
Hindia-Belanda pada masa itu. Salah satu tulisan yang berpengaruh di dunia.
Karena bercerita tentang Indonesia yang dijajah Belanda. Dan kau tahu dia menulisnya
dalam bentuk apa? Cerita.”
“Kau
tahu Pramoedya Ananta Toer? Tulisannya nyaris meraih nobel sastra. Satu-satunya
orang Indonesia yang bisa demikian. Setelah dia belum ada lagi sampai sekarang.
Dan kau tahu? Buku itu adalah tetralogi karyanya. Karya Fiksi”
“Malahan
seharusnya ada yang bilang dia yang menang, hanya saja si penerjemah belum
mampu membawa penjiwaan yang ada pada naskah beliau”
“Jadi
tetap semangat ya, Irkham”
29 November 2015,
08.01
Soto Pak Jamal
:")
BalasHapus