Kamis, 03 Desember 2015

Bersama Kang Dea Di Soto Pak Jamal



                “Jika kau memandang dirimu sebagai seorang penjual, maka pandanglah dirimu sebagai seorang penjual yang mendorong gerobak. Dia berjalan lurus, bukan fokus pada gerobak. Melainkan pada ‘langit’. Karena dirinya tau, rezekinya bukan berasal dari gerobak yang dia dorong. Namun dari Allah, tujuannya.”

                “Kau kau hendak duduk untuk menuliskan sesuatu. Aku sarankan kau berwudhulah dan bila memungkinkan sholat dhula lah sejenak. Aku tak akan menjanjikan tulisanmu akan lebih bagus kepadamu. Tapi terasa jemari kian menari dan inspirasi mengalir begitu saja. ng
Itu bagiku. Bagimu aku tidak tahu. Tapi cobalah, karena aku menyayangimu.”

                “Mas saya juga bermimpi menjadi penulis, namun aliran kita berbeda. Kalau njenengan sejarah dan kepemimpinan, saya justru fiksi. Cerpen. Bisa tidak si menginspirasi kayak buku leiden njenengan?”

                “Jangan salah. Tulisan Max Havvelar (semoga tidak salah mengejanya) itu sampai mengusik Hindia-Belanda pada masa itu. Salah satu tulisan yang berpengaruh di dunia. Karena bercerita tentang Indonesia yang dijajah Belanda. Dan kau tahu dia menulisnya dalam bentuk apa? Cerita.”

                “Kau tahu Pramoedya Ananta Toer? Tulisannya nyaris meraih nobel sastra. Satu-satunya orang Indonesia yang bisa demikian. Setelah dia belum ada lagi sampai sekarang. Dan kau tahu? Buku itu adalah tetralogi karyanya. Karya Fiksi”
                “Malahan seharusnya ada yang bilang dia yang menang, hanya saja si penerjemah belum mampu membawa penjiwaan yang ada pada naskah beliau”
               
                “Jadi tetap semangat ya, Irkham”

29 November 2015, 08.01
Soto Pak Jamal


1 komentar: