Sabtu, 21 Maret 2015

Aku Rusa Bertanduk Indah


Dalam hutan  pedalaman Kalimantan Barat hidup berbagai populasi hewan yang saling selaras dengan alam. Terdapat kumpulan kerbau dengan burung jalak yang menempel di pundaknya. Burung-burung penuh warna menari-nari di udara membentuk formasi yang tidak kalah dengan indahnya pelangi. Tupai dan bajing terus menerus lompat dari dahan satu ke dahan lainnya guna mencari makan. Dan masih banyak lagi. Disana juga ada  sekawanan rusa.

Dari sekian banyak rusa tersebut, ada satu rusa yang seolah-olah tidak mau bergabung dengan rusa lainnya. Rusa itu bernama Rehan. Dia tidak suka berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Hanya terdiam membisu di tepian danau.

Rasa kepedulian membuat rusa lain bernama Ragil akhirnya mencoba menemani ‘kawan’ kecilnya tersebut. Takut jikalau Supri melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Bunuh diri misalnya.

“Kenapa kau kawan, kau sehat kan? Ada kah yang mengganggu pikiranmu hingga akhir-akhir ini kau sering menyendiri di sekitar danau ini?” tiba-tiba pertanyaan lembut itu membuyarkan lamunan Rehan.

“Kau tahu Ragil, kita itu buruk ya?“ celetuk Rehan tanpa menoleh wajahnya ke arah Ragil.

“Eh, kok bisa gitu?” tanya balik si Ragil sambil mengernyitkan dahi. Tak paham benar apa maksud dari kalimat buruk yang barusan dilontarkan kawannya itu.

“Lihatlah baik-baik ke dalam air danau itu, kita tidak memiliki tanduk yang seindah punya si Raymond, tanduk yang membuatnya dikagumi oleh para rusa betina. Dan kau lihat sendiri kakimu dan kakiku, bukankah itu terlihat jelek sekali dengan ukuran kurus dan sekecil ini? Nampaknya Tuhan menaruh yang jelek-jelek pada diri kita, dan menaruh rusa menawan itu justru pada si Raymond”

“Jadi itu yang membuat kau terus menyendiri di sini Ray, kau disini hanya untuk merenungi apa yang menurutmu suatu ‘ketidakadilan’. Kau memanasi hatimu sendiri dengan terus menerus berharap ‘kebaikan’ yang dimiliki Raymond itu harusnya jadi milikmu?” yang ditanya justru terdiam membisu memandangi pantulan bayangannya sendiri di air.

Aku ini buruk dengan segala keburukan ini.

Hari itu, sebuah permohonan terlontar dengan mantap dari mulut si Rusa ‘penyendiri’ itu.  “TUHAN, BERI AKU TANDUK YANG JAUH LEBIH BAGUS DARI PUNYA Raymond, DAN HILANGKANLAH KAKI KURUSKU INI, GANTILAH DENGAN KAKI YANG BERISI AGAR TERLIHAT LEBIH GAGAH DIBANDINGKAN RUSA LAIN.”

Petir menyambar-nyambar di udara. Seolah ikut mengamini doa Rehan. Dan Rehan akhirnya tertidur di bawah pohon rindang setelah mengucapkan doa dengan segala suara yang ia  punya.

***
Keesokan harinya, seperti biasa, ia menuju kembali ke tepian danau untuk kembali melanjutkan ratapan kejelekan dirinya. Tapi dirinya sungguh tercengang. Ia melihat tanduk yang sangat indah, jauh lebih indah daripada kepunyaan Raymond.  Tanduk itu ada di kepalanya sekarang. Dan lihatlah kakinya sekarang, berisi dan terlihat lebih gagah. Tidak ada lagi kaki kurus menyedihkannya tersebut.

Dan prediksinya kemarin sore memang benar-benar jitu, dengan segala daya tarik yang sekarang ada pada dirinya, para rusa betina berebut untuk memikat hati Rehan, bahkan tidak hanya rusa saja yang terpikat, manusia pun juga.

Melihat tanduk yang teramat menawan tersebut, timbul juga keinginan manusia untuk memilikinya. Dengan bermodalkan tombak yang ujungnya sudah dipertajam dengan pisau, para manusia beringas memburu Rehan.

Seharusnya Rehan bisa dengan mudah lari meloloskan diri dari kejaran pemburu yang berlari tersebut. Bukankah kecepatan lari rusa jauh lebih tinggi dibandingkan kecepatan lari seorang manusia?

Sayang beribu sayang, kaki yang ia miliki sekarang bukanlah kaki yang menemaninya lari dari dulu. Dan sialnya lagi, ketika ia berusaha bersembunyi dengan masuk ke dalam hutan lebat, Tanduk yang menawannya justru tersangkut di antara pohon-pohon bambu.

Pantulan kilatan cahaya dari bilah pisau manusia sudah berada satu meter. Kian lama kian mendekat ke kulit sang rusa.

 Dalam sepersekian detik itu si Rehan tersadar.

Tanduk yang ia puja-puja ternyata yang menjadi malapetakan bagi hidupnya. Dan kaki kurusnya yang dianggap menyedihkan ternyata justru yang selama ini membantunya berlari kencang meloloskan diri dari kejaran pemangsa.

Bukankah sahabatnya Ragil kemarin berpesan... boleh jadi yang kita anggap baik, ternyata justru buruk bagi kita. dan boleh jadi sesuatu yang kita anggap buruk, ternyata justru terbaik bagi kita.


Ahhh, salahku juga tidak mendengarkan nasihat baiknya....

***


Gambar : 
busybuzzlightyear.wordpress.com
www.varbak.com