Jumat, 24 April 2015

Lana, Hujan dan Maaf

Beberapa rintik hujan masih jatuh menggoyangkan daun jambu di luar jendela kamar. Tetes sisa dari hujan sejak sore tadi. Di sudut kamar, Lana duduk termenung sembari memeluk kedua kakinya. Gadis berambut ekor kuda itu tertunduk. Sesekali terdengar isakan dan getar dari badan mungilnya.

“Kau kenapa Lana? Ini kakak bawakan ikan tuna kesukaanmu.” tanya Ihrom yang keheranan. Tak biasanya Lana menangis. Jika sekarang ia meneteskan air mata, pasti itu bukan hal sepele. Minta dibelikan permen lollipop misalnya.

“Pussy Kak, Dia…… jadi tadi siang….” Sepotong kisah yang dituturkan dengan terbata-bata pun dimulai.

***

Baru kemarin Ihrom dan Lana pindah, namun karena sifatnya yang ceria, menyenangkan dan selalu baik hati, maka tak heran jika sekarang dia sudah mempunyai banyak teman. Tidak hanya manusia. Kucing juga, (yang ia temukan kecemplung dalam selokan rumah) dia beri nama kucing itu Pussy. Sebagai hadiah, Lana menggantungkan lonceng kecil berwarna kuning di leher Pussy.

Siang tadi, Lana dan teman barunya bernama Cindy bermain-main di halaman sawah depan rumah. Jaraknya tidak jauh, hanya berbilang dua ratusan meter dari rumah mereka. Ada sungai jernih yang seolah membelah dua daratan antara lapangan dengan kedua rumah gadis cilik itu. Mereka sepakat, siang ini mereka makan bersama dan bermaindengan membawa kucing kesayangan masing-masing.Lana membawa pussy si kucing (desa) kesayangannya sedangkan Cindy membawa kucing Persia. Dari bulu halusnya, mungkin harganya berbilang jutaan rupiah.

Awalnya kedua anak kecil ittu tampak akur.

Tapi nampaknya tidak dengan kedua kucing milik mereka. Keduanya justru tampak akan saling bertarung.

Wajah Cindy memerah, kedua matanya dibukanya lebar. Cindy langsung mengambil kucingnya dan memarah-marahi pussy.

“Siapa yang suka dengan kucing buruk rupa sepertimu” bentak Lana
Lana berlari pulang, Pussy pun ikut mengejar.

***

“Kak, Lana pikir dia akan menggigit atau ‘menangis’ saat Lana mengatakan hal buruk tentangnya. Karena Pussy kucing yang cengeng
Tapi Kak, Pussy justru tersenyum (itu yang Lana rasakan).

Senyum itu membuat hati Lana tidak karuan kak. Lana berpikir Lana harus meminta maaf kepada pussy besok. Tapi kak esok hari itu…

Tidak pernah datang” Lana menunjukan lonceng kuning yang ia temukan tersangkut di bebatuan sungai depan rumah.

24 April 2015 23.59

Ditemani rintik hujan sisa hujan sejak sore tadi

Aku, Bangku dan Sakura

Pagi ini langit jogja dikungkung dengan gumpalan awan hitam di bagian selatan. Hembusan udara di luar rumah masih mampu membuat bulu kuduk berdiri, bekas hujan tadi malam.

“Selatan memang gelap, tapi timurnya cerah bukan? Aku bisa menikmati fajar hari ini”

Semalaman dia telah menata perabotan rumah barunya. Rumah baru di jalan kaliurang. Ketika ditanya apa alasan pindah, jawabannya sederhana. Dia ingin menikmati suasana yang tenang, sejuk dan nyaman bersama adik kesayangannya, Lana.

Guyuran air serasa ditumpahkan tadi malam, mengurusi perpindahan rumahnya, ditambah deadline desain sebuah pembangkit listrik membuat dirinya baru bisa terlelap pukul 3 dini hari. Maka ia berharap, mungkin dengan memandang saja dapat mengobati sedikit lubang kekesalan dalam hatinya.

Ihrom beranjak dari tempat tidur. Berjalan menuju kursi panjang di sebelah timur rumah. Tutur pemilik rumah yang sebelumnya, Ihrom bisa menikmati fajar dari kursi tersebut. Dan itulah yang menjadi salah satu alasan pembelian rumah yang baru ia lunasi,  baik Ihrom dan Lana, keduanya menyukai fajar dan senja. Bagi mereka berdua, kedua waktu itu selalu spesial.

“Dimana fajarnya? Yang ada hanya gelondongan kayu besar dengan daun pink saja. Mengganggu saja.” kekesalan kemarin malam nampaknya belum sepenuhnya sirna.

“Kenapa kak Ihrom, kok wajahnya sepet gitu. Ini Lana bawain teh manis biar kita sama-sama manis.” Ujar Lana dengan nada nyengir.

“Ini lho dek, pohon itu menghalangi kakak menikmati fajar pagi ini, nanti siang kau minta tolong tukang kebun kita buat tebang pohon itu ya.”

“Maksud kak Ihrom pohon sakura itu mau ditebang?” Lana kaget mendengarnya. Pohon itu berharga. Di negeri ini harusnya pohon tersebut tidak bisa tumbuh sama sekali. Tapi kini, ia berdiri kokoh di pekarangan rumah.

“Kenapa kak Ihrom tidak geser saja duduknya disini? Dari sini kelihahatan kak” ucap Lana sambil menepuk-nepuk bangku di sebelah Lana duduk.

“Hampir saja aku menebangnya” desis Ihrom dengan kepala tertunduk. Dalam kepalanya sekarang berkecamuk banyak hal.
***

23 April 2015
Di bawah langit mendung Yogyakarta

Selasa, 21 April 2015

Guyon dalam Kelas

Jam di depan ruangan telah menunjukan pukul 1 siang. Deretan kursi telah terisi rapi oleh mahasiswa yang ingin belajar tentang kalkulus. Beberapa mahasiswa terlihat saling berbisik, penasaran akan seperti apa dosen yang akan mengajar siang ini.

Sebuah pintu terbuka, terlihat sesosok dosen yang masuk tanpa membawa laptop, buku, apalagi tas. Dosen tersebut langsung mengambil sebatang kapur dan menggoreskannya di sebuah papan tulis berwarna hijau.

-INTEGRAL-
“Ada yang mau ditanyakan?”
Semua mahasiswa hanya diam.
“Oke, karena tidak ada yang bertanya, berarti semua sudah paham. Karena itu kelas kita akhiri.

Drama tersebut berlangsung bahkan kuran dari 10 menit.
***
Di minggu berikutnya, sang dosen melakukan hal yang sama. Menulis sebuah istilah di papan tulis dan menanyakan apa ada pertanyaan kepada mahasiswa. Kali ini seluruh mahasiswa di kelas mengangkat tangan.

“Hah? Semua bertanya? Berarti kalian belum siap untuk menerima pelajaran. Oke kelas kita akhiri karena kalian belum siap”
***
Sebelum dosen tersebut masuk, para mahasiswa bersepakat untuk separuh mengangkat tangan dan separuhnya diam.

“Jadi separuh paham separuhnya lagi tidak paham? Oke, kelas kita akhiri. Silahkan setengah yang paham mengajari setengah lain yang tidak paham. Sampai jumpa”

#guyonan Pembina RK Jogja di ruang kelas
#one day at least one paragraph

Senin, 20 April 2015

Kapan Waktu Bahagia?

Aku pernah berpikir, mungkin kalau mendapat yang jauh lebih tinggi dari, nilai semesterku sekarang, maka aku akan lebih bahagia.
Tapi nyatanya tidak, hampa saja.

Aku pernah berpikir, mungkin kalau aku punya suatu hal yang sangat kuinginkan saat ini, maka ketika kumendapatkannya, aku akan bahagia.
Nyatanya tidak, kosong saja.

Aku pernah berfikir bahwa orang lain terlihat lebih bahagia dari kita, ketika kita bisa menjadi orang lain itu, kehidupan kita akan jauh lebih bahagia.
Nyatanya tidak, Aku justru merasa bahwa diriku bukanlah diriku.

Ketika kita kecil, menjadi remaja terasa menyenangkan.
Ketika remaja, kita berfikir menjadi dewasa akan lebih menjanjikan, ketika memiliki pasangan hidup kita berfikir mempunyai anak akan lebih bahagia, dan ketika kita tua, mungkin juga akan terbesit pikiran, hidup di masa kecil sungguh terasa mengasyikan.

Lalu kapan kebahagian itu ada? Ketika kita memiliki sesuatu? Mendapat ‘prestasi’? dan segala macam ‘hal’ yang kita sangka akan memberikan kedamaian hati, kejernihan pikiran dan lembutnya rasa.
Jawaban atas kapan waktu berbahagia mungkin adalah bukan ketika….
tapi sekarang, saat ini juga.

Seorang guru besar pernah berkata, ‘orang yang tidak bisa berbahagia saat ini, dia juga tidak bisa berbahagia di masa depan’.
#one day at least one  paragraph


Selamat malam ulala

Hati yang Tersentuh

Ada cerita menarik tentang arti “mendidik” yang sebenarnya. Saat jadi wartawan dulu, saya pernah mewawancarai Hardiman Radjab, seorang seniman perupa yang namanya cukup berpengaruh di dunia seni rupa kayu.

Saat saya bertanya, kenapa ia mau menjadi seniman kayu, ia bercerita begini.

“Saat berkuliah di FSRD IKJ (Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Kesenian Jakarta) dulu, saya mengambil mata kuliah Kriya Kayu yang peminatnya tak lebih dari 10 orang. Suatu hari, mahasiswa yang hadir cuma saya seorang. Sebenarnya bisa saja dosen menyuruh saya pulang dan membatalkan kelas. Tapi beliau tetap memberikan kuliah dengan sepenuh hati, seolah-olah ada banyak orang yang hadir. Saat itulah saya bertekad, saya ingin bisa sukses menjadi perupa di bidang kayu, karena saya begitu tersentuh dengan apa yang dilakukan dosen saya itu.”

Jika Anda seorang dosen, guru, leader, trainer, apakah Anda  memaknai arti “mendidik” yang sebenarnya?

Pendidikan sejati adalah apa yang tetap tinggal setelah seseorang melupakan apa yang ia pelajari di sekolah. Seorang pendidik sejati memahami bahwa tugas “mendidik” bukan saja untuk menyentuh logika, tapi juga MENYENTUH HATI seseorang.

Karena hati yang tersentuh, pengaruhnya bertahan abadi.

In the end,people will forget what you say. People will forget what you do. But People will not forget how you made them FEEL


#Kepustakaan #buku Do what you love love what you do

Minggu, 19 April 2015

Berpikir Egois

Jika raga tersakiti, hati serasa tertusuk duri lantaran orang lain, maka maafkanlah. Kita tidak sedang berbicara karena memaafkan adalah perbuatan baik semua orang tahu itu. Tapi jika tetap saja belum bisa memaafkan cobalah untuk sedikit berfikir egois.

Bukan karena dia ‘layak’ untuk mendapatkan maaf darimu, tapi karena kau berhak memiliki hidup yang damai.

Selamat Malam Kawan….

#one day at least one paragraph

Kamis, 16 April 2015

Aku Panglima Perang

Alkisah di suatu kawasan bernama kaliurang, berdirilah kerajaan bernama Nakula. Kerajaan tersebut sedang dirundung konflik dengan beberapa kerajaan sebelah. Menyebabkan Nakula siap untuk kemungkinan terburuk, berperang.

Akhirnya sang Raja mengadakan sayembara untuk mengangkat panglima perang yang dapat mengatasi kegawatan ini. Sayembara telah berjalan hingga hanya menyisakan dua nama, Hardi dan Yanto.

Raja mendatangkan mereka berdua ke Istana untuk memilih siapa yang benar-benar pantas menjadi Panglima Nakula. Kemudian raja mengajukan pertanyaan.

Raja    : Apa yang membuatku harus memilih kau?
Tanpa ragu ragu Hardi pun menjawab.
Hardi  : Aku telah mengalami 100 perang, dan memperoleh 100 kemenangan.
Raja    : Kalau kau Yanto?
Yanto  : Aku tak pernah berperang, aku bisa menaklukan musuk tanpa bertempur.


Sebagai seorang Raja Nakula, siapakah yang akan kau angkat jadi panglima perang?

Minggu, 12 April 2015

3 Kata Sakti


            Langit gelap penuh bintang tersaji di angkasa. Bintang-bintang justru nampak indah di tengah gelapnya malam. Bagi mereka yang memperhatikan, pemandangan seperti ini begitu menentramkan.

            Tapi tidak dengan Rehan.

            Tumpukan kertas naskah yang belum ia koreksi berserakan disana sini. Mengoreksi tulisan? Itulah yang ia kerjakan. Terpaksa ia lembur di kantor lantaran tenggat waktu hanya tersisa besok lusa.

            Bukannya meneruskan membenahi tulisan.  Rehan justru menggumam kesal tentang teman seprofesinya, Husna namanya.

            “Bagaimana bisa dia mengerjakan secepat itu? Dia bisa pulang duluan, sedang aku harus ‘terjebak’ di ruangan ‘menyebalkan’ ini tiap malam. Tak selesai dengan satu naskah, sudah ditimpali dengan naskah baru. Apa bos pilih kasih dalam membagi naskah? Dia dikit, aku banyak? Besok akan kutanyakan langsung padanya”

            ***
            “Hus, berapa naskah yang kau terima dari bos?”

            Rehan tak menyangka, jumlah yang husna sebutkan jauh lebih banyak dari kepunyaannya.

            “Hah, kok bisa pekerjaanmu tuntas dengan hasil menawan? Aku saja kewalahan dengan tumpukan naskah ini” gumam Rehan sembari menunjukan tumpukan kertas berantakan.

            “Kau mau tahu kenapa aku bisa dan kau tidak bisa? Boleh aku tanya sesuatu?
            “Apa?”

            “Ikhlaskah kau mengerjakannya?” tanya husna sambil menunjuk kertas yang dibawa Rehan.

            Rehan tertunduk, memikirkan banyak hal.

            “Apa aku ikhlas?” desah Rehan pelan.

***
             

            

Sabtu, 11 April 2015

Aku tentang Keindahan

Bintang indah lantaran jumlahnya banyak. Kalau jumlahnya cuma satu pasti tak mengenakan di pandang di tengah hamparan langit gelap malam.
Lalu apa sebenarnya keindahan?

Rembulan indah lantaran hanya ada satu di sana. kalau bulatan-bulatan itu bertebaran di angkasa, mungkin langit terlihat sempit karena bulan saling berdesak-desakan.
Terus apa sebenarnya keindahan?

Langit malam indah justru karena rembulan yang satu diiringi tebaran bintang yang banyak. Lantas apa keindahan itu tentang satu atau banyak? tentang sendiri atau bersama? atau bersama dan sendiri?

Entahlah, biarlah waktu yang berbaik hati untuk menjelaskan bagi mereka yang bertanya.

Biar waktu yang menjawab.

Jumat, 10 April 2015

Aku Penjaga Gawang

Semua pemain telah masuk ke lapangan, ditemani cahaya lampu terang untuk membantu penglihatan di malam hari. Aku ingat, terdepat sebuah papan nama bertuliskan centro futsal kala aku masuk tadi.

Aku Ihrom, seorang penjaga gawang dadakan di pertandingan malam ini. Apakah aku di lapangan sendirian? Tentu tidak, butuh minimal 10 pemain untuk melangsungkan duel kedua tim di rumput sintesis hijau. Disana, berdiri Jihad, Bagus, Akbar dan beberapa orang lagi. Tentunya pihak lawan juga memiliki penjaga gawang, Radin namanya.

Kolaborasi dan kerjasama yang apik antara Jihad dan Bagus mampu untuk memborbardir pertahanan lawan. Namun, gawang lawan dijaga dengan rapi oleh Radin, kiper terbaik malam ini. Maka jadilah dia menepis, menyergap dan memburu bola agar tidak sampai jala gawang di belakangnya bergetar. Padahal kalau boleh jujur, perawakan kiper musuh biasa-biasa saja. Tak begitu ‘berisi’ malah.

“Mungkin gawang mereka di jaga oleh malaikat sejarah yang tak kasat mata?” batinku terkekeh-kekeh.

Sekarang bola menuju ke gawang kami, membuyarkan lamunan tentang kiper lawan. Tanpa kesulitan yang berarti mereka menjebol gawang yang aku jaga.

Kami kalah.
***
Siapakah man ot the match?
Aku yang melihat banyak penyelamatan oleh tangan dingin Radin merasa heran, terpesona dan tak mampu lagi menahan tanya.

“Din, gimana si caranya bisa jadi kiper hebat macam kau?” tanyaku.

“Heh? Banyak kebobolan bro.”

“Apa? Banyak kebobolan?” Aku kira dia menjawab sekenanya saja. Tapi ternyata aku salah.

“Kiper yang hebat lahir dari banyak kebobolan.”

Sungguh jawaban yang tidak bisa kupahami, aku pikir dia akan menjawab minum telur putih, sering makan wortel biar penglihatannya jeli. Atau push up, loncat loncat dan jawaban-jawaban lain yang menurutku lebih masuk akal. Kemudian Radin mulai berbicara lagi.

“Bayangkan saja jika kiper-kiper kelas dunia sekelas De Gea, Casilas, Van der Sar dan banyak kiper-kiper lainnya termasuk Hardi sedikit sekali atau bahkan tidak pernah kebobolan? Mungin mereka tidak akan menjadi seprofesional yang hari ini Ihrom lihat.

“Bayangkan saja ketika mereka kebobolan kemudian langsung memutuskan untuk menghentikan ‘kebobolan’ mereka (baca-menyerah). Pasti tidak akan lagi kita melihat tepisan dan penyelematan gemilang di bawah tiang gawang.

““UNTUK MENJADI KIPER YANG HEBAR, BANYAK LAH KEBOBOLAN”



*Futsal NAKULA *Gambar : www.gabitos.com

Aku tentang Menyukai Pelajaran

Ketika kita menyukai suatu mata pelajaran, maka sebuah soal sulit sekalipun akan dengan riang kita coba selesaikan. Kesulitan yang tidak menghentikan kita, tapi justru membuat kita tertantang.
Apakah memang benar demikian?

Ketika kita menyukai suatu mata pelajaran, maka kita akan rela duduk di depan. tak peduli ketika siswa lain duduk bercanda, gelak tawa, bahkan menguap sesekali memejamkan mata. kita tidak akan terpengaruh oleh suasana. karena bagi mereka yang menyukai suatu mata pelajaran, -memperhatikan- adalah suatu hal yang menyenangkan.
Apakah memang benar demikian?

Dan terakhir, ketika kita menyukai suatu mata pelajaran, kita akan merasa bahagia dan berbunga-bunga kala ada pengetahuan baru yang kita dapat. Sesuatu yang baru kita ketahui, bahwa ada rumus tertentu, ada filosofi di balik penjelasan rumit. ada nama dibalik suatu penemuan.
Apakah memang benar demikian?

Kalau itu berlaku dalam menyukai sebuah pelajaran, apakah itu berarti berlaku juga untuk manusia?
Entahlah.

*Ditulis setelah UTS filsafat

Selasa, 07 April 2015

Aku Putih


Suatu hari, Putih yang dikenal karena kebaikan dan kesuciannya memutuskan untuk meninggalkan tanah kelahiran atas anjuran Sang guru.


“Pergilah berkelana Put, maka kau akan belajar banyak tentang kehidupan. Temuilah warna lain di ujung dunia sana maka kau akan tahu tentang kebaikan” Sebuah tulisan sederhana di atas kertas berukuran 20 x 10cm yang dititipkan oleh sang Guru.

“Pelajaran seperti apa yang akan aku dapat ya?” pikir Putih dalam hatinya sambil senyam senyum kegirangan.

Ahh, senyum yang putih tampakkan sekarang sungguh tidak jauh berbeda dengan senyum muda mudi yang sedang dirundung asmara. Membayangkan akan bertemu dengan warna-warna lain yang baik dan berilmu selalu membuat dirinya jatuh cinta.

Akhirnya setelah perjalanan yang panjang dan mengarungi medan yang berat, putih pun tiba di daerah yang dimaksudkan oleh sang Guru. Di tempat tersebut tinggallah beberapa warna lain. Merah, si Jingga, si Hijau, si Kuning, si Biru, si Nila dan si Ungu.

Dan engkau tahu kawan, Putri sungguh tercengang.  Apa yang ia lihat sungguh tidak sesuai yang ada di benaknya. Yang sekarang ia lihat justru sebaliknya. si Merah senang sekali marah marah. Jingga, Hijau dan Ungu sangat gemar berjudi. Dan segala tabiat tabiat buruk dari warna lainnya. Sebetulnya si Putih enggan bermukim di tempat tersebut. Akan tetapi, demi menghormati perintah Guru akhirnya keengganan tersebut ia tanggalkan.

“Ahh tidak apa apa lah seperti ini, aku hanya perlu jauh jauh dari mereka, aku hanya perlu menjaga agar hatiku tetap bening dan perilaku tetap baik” gumam putih sembari istirahat sejenak setelah perjalanan panjang.

Dan putih lagi lagi salah. Setelah 1 bulan berselang, anggapannya bahwa ia akan baik-baik saja jika terus berbuat baik sendirian ternyata meleset. Bagai rekaman radio rusak yang diputar berulang-ulang, suara si Merah yang sedang marah selalu ia dengar tiap pagi. Membuat putih mulai senang marah-marah pula.

Semula ia mencoba menjauhi judi, tapi sekarang justru dia lah ahlinya. Dimana ada taruhan, pasti putih lah yang pertama kali mengajak teman-teman warna lain untuk mengadu peruntungan uang mereka.

Putih sekarang tidak lagi putih, ia mulai tenggelam dalam warna-warna lain di sekelilingnya.

***

Tak sengaja kertas yang sekarang menjadi lusuh itu muncul kembali. Kertas bertuliskan pesan dari sang Guru.

“Pergilah berkelana put, maka kau akan belajar banyak tentang kehidupan. Temuilah warna lain di ujung dunia sana maka kau akan tahu tentang kebaikan”

Tak terasa cairan hangat dari pelupuk mengalir deras melewati pipinya. ia sadar telah lupa tujuan mengapa dulu ia bisa tiba di tempatnya sekarang. Dalam relung hati yang paling dalam, ia menyesal. Noda-noda dalam dirinya ia bersihkan hingga bersihlah ia seperti saat pertama kali dia datang. Dengan segala upaya maksimal Ketujuh warna yang lain ia arahkan dengan  halus nan sabar, hingga akhirnya mereka berbaur satu sama lain, bergerak bersama-bersama dalam kebaikan.

Tak terasa cairan hangat itu kembali menetes untuk kedua kalinya melewati pipinya, Ia melihat sesuatu yang selama ini belum ia lihat. Gerakan bersama sama yang dilakukan warna-warna lain berubah menjadi warna putih yang indah, lebih bersih dari si putih itu sendiri.

Merah tak lagi suka marah-marah. Tabiatnya yang senang bicara sekarang menjadikan dia sebagai orator ulung yang mampu. Menggerakkan warna lain untuk menyampaikan kebaikan pula.

Kuning tidak lagi menjadi sosok yang selalu termenung menangisi kesedihan. Sifat lembutnya sekarang bisa tersalurkan melalui kertas kosong yang akan ia tuliskan kisah-kisah luar biasa dari tangan mungilnya. Menjadikan kuning dikenal sebagai penulis produktif dan selalu menginspirasi siapapun yang membacanya.

Hijau, Jingga dan Ungu ketiganya sekarang membuka usaha klinik. Mengobati mereka yang sakit. Membebaskan biaya bagi mereka yang datang namun tidak mampu membayar. Dan begitu pula dengan warna-warna lain.

Putih tertunduk di atas tanah sambil menangis bahagia Di nhatinya serasa ada kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa ia gambarkan. Kepuasan batin melihat warna lain berbuat kebaikan bersama sama.

“Terima Kasih wahai guru telah menganjurkan Putih untuk berkunjung ke tempat ini” begitulah kalimat yang sempat terucam di sela sela isak tangis bahagianya.

“Bahwa Putih selalu punya pilihan, apakah Putih akan diam saja, hanyut diantara warna-warna lain dan ternoda atau memilih untuk bergerak dan menggerakkan mereka hingga warna dirinya mewarnai kehidupan warna lain”

***
#Cerita Kedua dari Serial Warna

Gambar:
disney.wikia.com
novafriend.blogspot.com