Langit gelap penuh bintang tersaji di
angkasa. Bintang-bintang justru nampak indah di tengah gelapnya malam. Bagi
mereka yang memperhatikan,
pemandangan seperti ini begitu menentramkan.
Tapi tidak dengan Rehan.
Tumpukan kertas naskah yang belum ia
koreksi berserakan disana sini. Mengoreksi tulisan? Itulah yang ia kerjakan.
Terpaksa ia lembur di kantor lantaran tenggat waktu hanya tersisa besok lusa.
Bukannya meneruskan membenahi
tulisan. Rehan
justru menggumam kesal tentang teman seprofesinya, Husna namanya.
“Bagaimana bisa dia mengerjakan
secepat itu? Dia bisa pulang duluan, sedang aku harus ‘terjebak’ di ruangan ‘menyebalkan’
ini tiap malam. Tak selesai dengan satu naskah, sudah ditimpali dengan naskah baru.
Apa bos pilih kasih dalam membagi naskah?
Dia dikit, aku banyak? Besok akan kutanyakan langsung padanya”
***
“Hus, berapa naskah yang kau terima
dari bos?”
Rehan tak menyangka, jumlah yang
husna sebutkan jauh lebih banyak dari kepunyaannya.
“Hah, kok bisa pekerjaanmu tuntas dengan
hasil menawan? Aku saja kewalahan dengan tumpukan naskah ini” gumam Rehan
sembari menunjukan tumpukan kertas berantakan.
“Kau mau tahu kenapa aku bisa dan kau
tidak bisa? Boleh aku tanya sesuatu?
“Apa?”
“Apa?”
“Ikhlaskah kau mengerjakannya?”
tanya husna sambil menunjuk kertas yang dibawa Rehan.
Rehan tertunduk, memikirkan banyak
hal.
“Apa aku ikhlas?” desah Rehan pelan.
***
0 komentar:
Posting Komentar