Senin, 28 November 2016

Buku yang Bertanya 2



“Jadi siapa yang tadi berbicara kepadaku?”

Aku merenung. Bagaimana mungkin ada deretan buku yang berbicara kepadaku. Mereka bertanya apakah yang kuinginkan dari sebuah buku. Apakah aku tadi hanya bermimpi ketika badan sudah dirundung lelah di pembaringan? Apakah itu hanya imajinasi ketika otak berkeluyuran kemana-mana karena bagitu capeknya? Ataukah memang buku tadi bisa bicara sewaktu-waktu entah kapan waktu pastinya? Semakin dipikirkan, semakin aku tidak bisa menjawab suara yang bertanya tentang buku tadi.

Kupandangi lamat-lamat deretan buku di sisi timur kamar kosku. Ada tiga rak yang berisi seratusan judul buku. Tidak semuanya buku-buku terkenal sih, kadang beberapa dibeli dari sebuah pameran. Sometimes, karena pemberian seseorang. Belum ditambah dengan buku-buku yang kudagangkan.

Sejenak diriku berpikir, mungkin saja waktuku untuk tetap tinggal di Jogja tidak lama lagi, beberapa bulan lagi sudah harus berpindah tanah yang kuhuni, dan untuk membawa buku-buku sebanyak ini, bagaimanakah caranya? Apakah aku akan menyetok lagi buku-buku yang jadi barang daganganku? Tapi bukankah usaha buku ini rasa-rasanya hanya bisa kulakukan di Jogja? Karena Jogja adalah tempat dimana kau bisa menemukan buku dengan mudah, terkadang ada event pameran yang membuat harga-harga di sini lebih murah.

“Kau tidak mungkin membawanya ke tempat “kerja” kelak, kan? Kecuali kau sudah punya rumah di sana. Lagian kau juga belum tahu akan kemana?”

“Ketika kita pergi, dan kita memikirkan ternyata tidak banyak yang kita bisa bawa ke sana, ternyata beginilah rasanya.”




Sabtu, 26 November 2016

Buku yang Bertanya



                Tangan kanan terasa berat, otak juga sudah tidak mampu berfikir dengan normal. Bermain dua kali badminton dengan rubber set semua membuat nafas tersengal-sengal. Sadar sudah tidak bisa bermain lagi, siang itu aku memutuskan untuk pulang duluan sambil rebahan di kamar.

                “Bruk” badan langsung ambruk di atas bantal, dengan kipas angin menyala setidaknya bisa mengurangi gerah akibat gerah dan panasnya matahari jogja. Dalam rebahan itu, kupandangi deretan buku-buku di rak kamarku. Aku amati mereka satu per satu, tiap-tiap judul. Antara posisi sadar dan sudah terlelap dalam tidur, buku-buku itu seolah bertanya kepadaku.

                “Mau kau apakan diriku?”

                “Maksudmu?” tanyaku tidak mengerti. Buku yang bisa berbicara saja sudah membuatku terheran-heran, dan kini buku itu justru bertanya kepadaku mau kuapakan mereka.

                “Kau mau jadi makhluk seperti apa, apa yang sebenarnya kau inginkan dari kami yang berderet-deret ini?”

                Aku mulai paham apa yang dia tanyakan. Mulai mengerti apa yang dimaksudkan. Buku-buku itu bertanya padaku apa yang kuinginkan dari sebuah buku. Pertanyaan yang sederhan.

                “Aku ingin membaca dirimu dan sebanyak mungkin membaca teman-temanmu.”

                Buku itu seakan menyunggingkan senyum yang manis. Aku merasa ia seolah sedang memandangiku lamat-lamat meskipun aku tak tahu bagian yang mana dari buku tersebut yang menjadi matanya. Ia menarik nafas, dan buku itu mengatakan sesuatu.

                “Mambacaku, kan? Bukan memilikiku. Kau tidak harus punya semua buku, tapi kau harus membaca semua diriku dan teman-temanku.”

                Bunyi baling kipas angin kini terdengar di telingaku. Keringat juga masih mengucur dari tubuhku yang terbaringkan. Belum cukup lama terkena angin untuk mengering. Aku lihat kembali deretan buku di sisi rak buku kamarku. Mereka diam saja.

                “Jadi siapa yang tadi berbicara kepadaku?”

Yogyakarta, November 2016



Jumat, 25 November 2016

Apa Mimpimu?



            “Aku penasaran, sehabis lulus ini kau ingin melakukan apa? Menjadi apa?”

            Dia tidak menjawab pertanyaanku, ia hanya terus menatap langit biru tanpa menoleh sedikitpun. Lima detik berlalu, ia kemudian menoleh ke arahku barang sedetik. Sedetik kawanku kembali menatap langit dan ia mulai berbicara.

            “Aku ingin jadi orang hebat!”

            “Itu sama saja dengan kau tidak mengatakan apa-apa. Orang hebat yang seperti apa maksudmu?”

            “Dunia yang berubah karena ada aku, meskipun cuma sedikit.”


Rabu, 16 November 2016

Dua Apel yang Digigit


16 November 2016

Seseorang gadis mungil memegang dua buah apel. Ibunya menghampiridan dengan lembut meminta saah satu apel kepada sang anak. Gadis itu memandang ibunya beberapa detik, lalu tiba-tiba dengan cepat dia menggigit salah satu apel, lalu menggigit pula apel yang lain. Sang ibu terdiam. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak kecewa. Lalu sang gadis mungil itu memberikan salah satu apel yang telah tergigit kepada sang ibunda, seraya berkata:

“Ibu, ambillah ini… ini yang lebih manis.”

Minggu, 13 November 2016

Salah Satu Inspirasi


13 November 2016

            Ada milyaran inspirasi yang gentayangan di sekitar kita. Bisa dari buku-buku, petuah orang yang kita kenal, kejadian di masa lalu, atau hanya dari sebuah film yang kita tonton sembari melepas penat.

            Untuk kau yang sedang belajar menulis ( itu berarti juga untukku si -_- ), kau bisa saja mendapatkan sebuah ide tulisan dari menonton anime. Beberapa tulisanku biasanya bersumber dari ide yang seolah terbesit di kepala sehabis menonton. Tentu aku tidak sedang menyarankanmu untuk selalu hanya menonton anime saja. Karena kembali ada milyaran inpirasi di muka bumi, kau bisa mendapatkannya dari jalan mana saja yang kau suka.

            Aku bukanlah penggila anime yang hafal sampai ratusan judul, alur cerita, nama dan watak tokoh-tokohnya bahkan sampai hafal di luar kepala dialognya. Hanya saja ada beberapa anime yang kurekomendasikan untuk kau tonton di kala waktu senggang.

1.      Ansatsu Kyousitsu (Assasination Classroom)

Apa jadinya bila satu kelas diberi misi untuk melakukan pembunuhan untuk membunuh gurunya sendiri? Awalnya ketika dapat rekomendasi anime ini, aku sempat berpikir “Gampang dong”, tetapi bagaimana jika guru yang dimaksud adalah monster bertentakel yang memiliki kecepatan 20 mach? Mereka, murid SMP kelas 3E hanya diberikan waktu 1 tahun sebelum kelulusan untuk membunuh guru mereka. Guru yang sama yang akan menghancurkan bumi di tahun depan jika mereka tidak berhasil membunuhnya.

Apa yang menarik dari anime ini?

Guru yang ternyata jadi target pembunuhan ternyata justru berusaha untuk mengembangkan bakat muridnya satu per satu. Jadi ada satu kelas sebagai tokoh utama, dan tokoh paling utamanya jelas si guru dan murid bernama shiota nagisa. Oh ya, dan kelas E adalah kelas dengan nilai murid terendah di sekolah. Mereka mendapatkan diskriminasi dari kelas-kelas lain. Dan perseteruan antara kelas E dan kelas A (kelas jenius) yang mewarnai misi pembunuhan mereka.


2.     Barakamon

Sampai saat ini aku belum tahu apa arti dari kata barakamon. Tapi ini anime slice of life ter… hmmm ter apa ya, teradem yang kutonton. Handa seishu adalah seorang kaligrafer, dia mendapatkan juara satu, namun di saat yang sama ada seorang kakek tua yang bilang bahwa kaligrafinya membosankan. Spontan karena merasa dihina, dia memukul si kakek tua itu. Dan akhirnya, ayahnya Handa meminta dia untuk tinggal di pulau (tempat terpencil – desa).

Kehidupan Handa di pulau lah yang menjadi inti dari cerita ini, tapi kau akan menemukan banyak cerita menarik di dalamnya. Menonton barakamon ini serasa menonton film tentang KKN. Dan yang paling menarik adalah Naru. Siapakah Naru itu? Tonton sendiri deh.


3.      One punch man

Kita terbiasa dengan cerita seorang pahlawan yang dari lemah, berlatih keras, kemudian berjuang mati-matian melawan musuh dan monster. Namun, bagaimana bila pahlawan yang menjadi tokoh utama dalam cerita terlampau kuat? Ia selalu bisa mengalahkan musuhnya hanya dengan satu pukulan. Anti-mainstream sekali.

Musuh terbesarnya bukanlah monster-monster besar nan kuat, melainkan anggapan buruk masyarakat tentang dirinya. Dimana di episode 8 atau 9 ia justru dimaki dan disalahkan atas rusaknya suatu kota.
           

           Tiga anime dulu saja ya, kau tidak harus menontonnya, tapi jika bingung mencari inspirasi, cobalah tonton di sela-sela waktu senggangmu saja. Sebetulnya adalagi anime lain seperti kuroko no basket dan boku dake ga inai machi. Tapi itu dulu saja.
           
See you…
Aku sangat menunggu ceritamu selanjutnya.




Rabu, 09 November 2016

Ditikam Sebilah Pisau dan Perkara Seujung Kuku


9 November 2016

                Kau pernah tahu rasanya bagaimana dadamu ditikam sebilah pisau? Kau tidak perlu pisau betulan untuk merasakan hal demikian, karena di waktu depan nanti kau pasti juga akan merasakannya. Dadamu serasa tiba-tiba tertusuk pisau belati, ketika kau sedang santai-santainya berbaring dan membaca buku, kemudian saat itu keluar jadwal pendadaran. Hari itu rasanya nyesek sekali. Lemes dan jadi mual sampai mau muntah (ini beneran pengalaman penulis lho).

                Padahal sebelum-sebelum ini, ketika melihat kawan-kawan lain selesai ujian sidangnya, dalam hati hanya bergumam, “ih jadi pendadaran itu gini doang, kok ya respon yang didadar gitu banget sih,”. Kita bisa berbicara seperti itu karena bukan kita yang mengalami hal itu di masa itu. Namun, pada akhirnya? Deg-deg an sampai perih.

                Setelah membaca lagi referensi-referensi, setelah mempersiapkan dua power point. Satunya berisi apa yang mau dipresentasikan, dan satu ppt lagi berisi apa hal yang mungkin saja ditanyakan. Ternyata badan masih tetap lemas juga. Gampang keringetan sehingga bolak-balik ke kamar mandi untuk mandi lagi (aish). Intinya, pagi itu merasa gelisah. Padahal kan ya kalau dipikir-pikir secara logika kita hanya perlu berbicara di depan empat dosen. Itu saja kan?

                Kemudian kutanyakan di sebuah grup, bagaimana sih mereka yang sudah-sudah menjalaninya dan bagaimana mengatasinya. Ada banyak tips-tips yang sedikit banyak mampu menenangkan. Telepon orang tua, doa nabi musa, bawa minum dan lain sebagainya. Tapi ada satu tips yang begitu mengena. Apa tipsnya?

                “Mas, coba deh sering baca innasholati, wanusuki, wamahyaya, wamamati, lillahirobbilalamin.”

                “Itu doa iftitah kan?”
                “Tau artinya kan?”

                “Sesungguhnya sholatku, (aku lupa wanusuki). Hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam.”

                “Yap. Apalagi “presentasiku”. Perkara seujung kuku dalam kehidupan ini.”
                Untuk nasihat yang terakhir ini, saat itu spicles.
                Apalagi “presentasiku.”
                Perkara seujung kuku.



Rabu, 02 November 2016

Berbakat


2 November 2016

            Namaku Jono, Teman-teman memanggilku Jon. Aku sekarang duduk di kelas 6 dan baik para guru dan teman-temanku menyebutku orang paling pandai di sekolah. Sudah tampak jelas alasannya tanpa harus kusebutkan bukan? Karena aku selalu mendapat rangking satu.

            Selalu.

            Selain dikenal sebagai siswa paling pandai di sekolah. Teman-temanku juga menyebutku sebagai pemain basket SD terhebat. Aku jadi malu.

            Aku jadi malu, karena aku tidak sehebat apa yang mereka pikirkan. Aku tidak sehebat itu.

            Aku mau bercerita padamu, boleh? Aku hendak bercerita tentang rahasiaku. Barangkali kau tertarik.

***

            Namaku Jon. Kebetulan aku suka basket. Orang tuaku membelikan ring yang dipaku di tembok dan sebuah bola basket ketika aku masih duduk di kelas satu. Maka semenjak saat itu aku sering iseng main-main melemparkan bola itu agar masuk ke keranjang. Kalau mau berangkat sekolah dan melihat bola basket  tergeletak di halaman rumahku. Aku pasti melemparkannya. Aku tidak peduli itu masuk atau tidak. Yang penting aku terus melempar bolanya ke keranjang. Dan itu kulakukan setiap kulihat bola di halaman rumahku.

            Kebetulan ketika kelas tiga, Guru olahraga kami senang sekali dengan mencari siapa paling hebat di antara kami. Misalnya saja jika pelajaran olahraganya berupa lari, maka kami akan diajak lomba lari antara aku dan kawan-kawanku. Di sekolahku juga ada sebuah lapangan basket  dan saat itu jam pelajaran olahraganya juga tentang basket. Dan kau pasti tahu apa yang dilakukan guru olahragaku kan? Beliau melatih kami sebentar untuk menembakkan bola ke jaring dan kemudian melombakannya sebagai ujian.

            Tidak ada satupun temanku yang berhasil memasukkan bola ke dalam jaring kecuali diriku (kau ingat kalau keseharianku adalah melempar bola ke keranjang saat melewati halaman rumah kan?). Saat itu guru olahragaku tertarik padaku.

            “Wah kau berbakat sekali Jon.”

            Padahal saat itu yang aku bisa hanya melemparkan bola ke jaring. Aku belum tahu soal dribble, mengoper ataupun teknik-teknik lain dalam bola basket. Kalau aku bandingkan dengan teman-temanku keunggulanku hanya sedikit di antara teman-temanku. Hanya bisa melempar bola dan kebetulan masuk saat diujikan. Itu saja.

            Tetapi sejak hari itu, guru olahragaku meminta untuk latihan bersama tiap sore di lapangan sekolah sedangkan teman-temanku tidak diajak seperti itu. Hampir tiap sore, kecuali di hari sabtu-minggu. Aku diberi latihan-latihan khusus, teman-temanku tidak. Aku diajarkan mendribble dan mengoper bola sedangkan kawanku tidak.

            Jadinya kemampuanku yang dulu hanya bisa lebih melempar bola menjadi jauh lebih tinggi dibanding teman-temanku yang lain. Perbedaan kemampuanku dan temanku menjadi semakin membesar.

            Padahal kupikir, jika teman-temanku juga ikutan latihan khusus dari guru olahragaku, pasti mereka sama hebatnya sama diriku. Bahkan bisa jadi lebih baik daripada aku.

            Sekarang kau tahu kan? Aku bukannya berbakat. Aku hanya beruntung saat ujian melempar bola, bolaku masuk. Dari situ aku mendapat latihan yang tidak didapatkan orang lain.  Maka sudah wajar kalau kemampuanku di atas teman-temanku yang tidak mendapat latihan sepertiku.

            Untuk aku yang selalu rangking satu. Kau pasti bisa mengira apa yang terjadi. Karena kebetulan nilaiku bagus, aku rangking satu. Karena aku rangking satu, aku jadi mendapat perlakuan yang agak berbeda dari guru-guruku. Kadang kalau aku tidak paham akan suatu pelajaran guruku akan lebih sabar kepadaku. Dan itulah kenapa aku selalu rangking satu.