Rabu, 09 November 2016

Ditikam Sebilah Pisau dan Perkara Seujung Kuku


9 November 2016

                Kau pernah tahu rasanya bagaimana dadamu ditikam sebilah pisau? Kau tidak perlu pisau betulan untuk merasakan hal demikian, karena di waktu depan nanti kau pasti juga akan merasakannya. Dadamu serasa tiba-tiba tertusuk pisau belati, ketika kau sedang santai-santainya berbaring dan membaca buku, kemudian saat itu keluar jadwal pendadaran. Hari itu rasanya nyesek sekali. Lemes dan jadi mual sampai mau muntah (ini beneran pengalaman penulis lho).

                Padahal sebelum-sebelum ini, ketika melihat kawan-kawan lain selesai ujian sidangnya, dalam hati hanya bergumam, “ih jadi pendadaran itu gini doang, kok ya respon yang didadar gitu banget sih,”. Kita bisa berbicara seperti itu karena bukan kita yang mengalami hal itu di masa itu. Namun, pada akhirnya? Deg-deg an sampai perih.

                Setelah membaca lagi referensi-referensi, setelah mempersiapkan dua power point. Satunya berisi apa yang mau dipresentasikan, dan satu ppt lagi berisi apa hal yang mungkin saja ditanyakan. Ternyata badan masih tetap lemas juga. Gampang keringetan sehingga bolak-balik ke kamar mandi untuk mandi lagi (aish). Intinya, pagi itu merasa gelisah. Padahal kan ya kalau dipikir-pikir secara logika kita hanya perlu berbicara di depan empat dosen. Itu saja kan?

                Kemudian kutanyakan di sebuah grup, bagaimana sih mereka yang sudah-sudah menjalaninya dan bagaimana mengatasinya. Ada banyak tips-tips yang sedikit banyak mampu menenangkan. Telepon orang tua, doa nabi musa, bawa minum dan lain sebagainya. Tapi ada satu tips yang begitu mengena. Apa tipsnya?

                “Mas, coba deh sering baca innasholati, wanusuki, wamahyaya, wamamati, lillahirobbilalamin.”

                “Itu doa iftitah kan?”
                “Tau artinya kan?”

                “Sesungguhnya sholatku, (aku lupa wanusuki). Hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam.”

                “Yap. Apalagi “presentasiku”. Perkara seujung kuku dalam kehidupan ini.”
                Untuk nasihat yang terakhir ini, saat itu spicles.
                Apalagi “presentasiku.”
                Perkara seujung kuku.



0 komentar:

Posting Komentar