“Jadi siapa yang tadi berbicara kepadaku?”
Aku merenung. Bagaimana mungkin ada deretan buku yang
berbicara kepadaku. Mereka bertanya apakah yang kuinginkan dari sebuah buku.
Apakah aku tadi hanya bermimpi ketika badan sudah dirundung lelah di
pembaringan? Apakah itu hanya imajinasi ketika otak berkeluyuran kemana-mana
karena bagitu capeknya? Ataukah memang buku tadi bisa bicara sewaktu-waktu
entah kapan waktu pastinya? Semakin dipikirkan, semakin aku tidak bisa menjawab
suara yang bertanya tentang buku tadi.
Kupandangi lamat-lamat deretan buku di sisi timur
kamar kosku. Ada tiga rak yang berisi seratusan judul buku. Tidak semuanya
buku-buku terkenal sih, kadang beberapa dibeli dari sebuah pameran. Sometimes, karena pemberian seseorang. Belum
ditambah dengan buku-buku yang kudagangkan.
Sejenak diriku berpikir, mungkin saja waktuku untuk
tetap tinggal di Jogja tidak lama lagi, beberapa bulan lagi sudah harus
berpindah tanah yang kuhuni, dan untuk membawa buku-buku sebanyak ini,
bagaimanakah caranya? Apakah aku akan menyetok lagi buku-buku yang jadi barang
daganganku? Tapi bukankah usaha buku ini rasa-rasanya hanya bisa kulakukan di
Jogja? Karena Jogja adalah tempat dimana kau bisa menemukan buku dengan mudah,
terkadang ada event pameran yang membuat harga-harga di sini lebih murah.
“Kau tidak mungkin membawanya ke tempat “kerja” kelak,
kan? Kecuali kau sudah punya rumah di sana. Lagian kau juga belum tahu akan
kemana?”
“Ketika kita pergi, dan kita memikirkan ternyata tidak
banyak yang kita bisa bawa ke sana, ternyata beginilah rasanya.”
0 komentar:
Posting Komentar