Sabtu, 15 Juli 2017

*What I Wish I Know When I was Maba*


-Catatan dari seorang mahasiswa biasa-biasa saja-

Kita sudah sering dengar sebuah kiat-kiat dari mereka yang memiliki prestasi gemilang, atau dari seorang kakak yang namanya begitu mentereng, juara di sana-sini, sosok inpiratif dan segala sosok yang membuat kita terkagum-kagum dan layak menjadi panutan. Tapi pernahkah kita mendapatkan nasehat dari seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja? Nah karena mungkin ada yang belum pernah, maka saya selaku salah satu tersangka dari mahasiswa biasa-biasa saja tersebut akan sedikit memberikan wejangan (ceileh wejangan). Siapa tahu bagi kalian yang bulan depan sudah menyandang status mahasiswa bisa memberikan secuil manfaat.

Kalau tidak salah sekitar lima tahun yang lalu pertama kalinya menginjakkan kaki di tanah perguruan tinggi. Saat itu jujur merasa bingung banget dan muncul banyak sekali pertanyaan di kepala. Kebingungan kedua yang muncul setelah yang pertama suka rela menginap di sebuah masjid di Semarang saat tes SBMPTN dulu. Dan itu sendirian tak ada kawan (hiks).

Aku kudu piye?* Baiknya kuliah itu ngapain aja? Pokoknya waktu itu pikiran nge-blank dan berharap ada orang yang bisa memberitahuku hal-hal yang baiknya kutahu saat menjadi mahasiswa baru a.k.a maba.

Nah, karena lima tahun lalu aku tidak mendapatkan sosok yang kurindukan itu (ceileh dirindukan), makanya tulisan ini bisa dibilang sebagai balas dendam. Lho kok balas dendam, kak? Iya agar kalian tidak merindu selama itu. (apa sih?).

So, setidaknya ada beberapa poin tentang what I wish I know when I was Maba. Apa yang kuharap aku tahu ketika aku menjadi Maba dulu.

1.      Seriuslah dalam belajar

Kak, nasehatnya kok mainstream banget? Justru karena mainstream itu jadi dulu aku sampai terlupa. Kondisi ketika kuliah bisa dibilang beda jauh dengan ketika sekolah. Pas sekolah, kita bakalan berangkat pagi, pulang agak sore, dari senin sampai sabtu. Guru akan memarahi ketika kita malas atau bandel. Di kuliah? Tidak seperti itu. Kadang ada satu hari yang isinya full kelas (ditambah praktikum) dari pagi sampai mau menjelang maghrib, terus besoknya malah kosong melompong tak ada kelas dan takkan ada tuh dosen yang akan mengejar-ngejarmu untuk belajar.

Lalu apa maksudnya serius dalam belajar? Belajarnya dicicil, dipahami dan diserap, bila perlu ditelan sampai seperti kita ngeh banget kalau rumus persegi itu sisi kali sisi. Tapi ingat ya, dipahami bukan dihafal.

Kak emang tidak bisa ya kita belajar pas mendekati ujian saja, malam sebelum ujian gitu? Bisa, bisa banget. Bisa dapat nilai A malah kalau latihan dari soal-soal tahun sebelumnya. Tapi yakin seminggu dua minggu kemudian ditanyakan perihal materi kalian masih ingat?

Materi di  perkuliahan itu biasanya berantai. Kalau sudah gagal paham di mata kuliah semester 1, maka bakalan puyeng di mata kuliah-mata kuliah semester selanjutnya.

2.      Akrablah dengan dosen, bila perlu dekati anaknya.

Maaf yang kalimat kedua hanya ngawur, hehe. Kak kalau akrab dengan dosen ntar nilainya bakalan dikasih bagus ya, kak? Tidak seperti itu! Dosen itu fair, mau sedekat apapun dengan beliau, kalau kita nggak mudeng, dosen dengan senang hati ngasih nilai dengan huruf seperti orang tertawa a.k.a (D). Tapi intinya, dengan dekat dengan dosen banyak sekali manfaatnya. Kita bisa berkonsultasi, menjadikan beliau pembimbing, ditawari proyek, mendapatkan surat rekomendasi ataupun mendapat wejangan khusus dari pengalaman beliau yang pastinya begitu berharga.

Kak, nantinya dosen kita bakalan banyak banget, kan? Iya betul banget. Dari dosen yang banyak banget itu, setidaknya pastikan ada beberapa dosen yang kau dekat dan beliau mengenalmu dengan baik.

Caranya bagaimana? Aktif di kelas, jadi asisten dosen maupun asisten laboratorium dan tentunya dekati secara personal. (Jangan dekatin anaknya, itu namanya modus)

3.      PDKT beberapa organisasi, habis itu lamar.

Pas masuk awal kuliah, kau PDKT beberapa organisasi tuh. Tapi kalau boleh ngasih saran, pilih organisasi yang sesuai minat dan bakatmu dan perhatikan juga ruang lingkup organisasi tersebut.

Akan ada organisasi tingkat jurusan, tingkat fakultas, tingkat universitas, organisasi daerah asal. Nah lho, dilihat tingkatnya saja sudah ada 4. Padahal di tiap tingkat itu ada anak-anaknya lagi. Banyak kan? Saran saya di tiap tingkat itu minimal satu didaftari untuk fasa maba.

Nah setelah di tahun kedua, fokuslah di 2-3 organisasi saja. Jadilah ‘sesuatu’ di sana. Bisa ketua, sekjend atau posisi penting lainnya. Itu lebih bagus daripada ikut sepuluh (iki lebay) namun tidak jadi apa-apa. Kak organisasi yang lain bagaimana? Tetaplah jadi anggota, tetaplah sering muncul dan berkawan dengan anggota-anggotanya. Tidak dipilih bukan berarti dilupakan, kan?

4.      Buatlah banyak pertemanan, lalu bentuk geng.

Kalau ada kata geng, pikiran kita langsung buruk sih ya? Ingatnya sama geng begal atau geng nero atau geng-geng yang diberitakan negatif di televisi, sih.

Darimana dapat pertemanan? Dari organisasi itu, dari temennya temen, pokoknya ketika selesai kelas, jangan langsung balik kosan terus tidur, mending duduk-duduk sebentar untuk ngobrol-ngobrol.

Setelah punya banyak teman, kan kita otomatis tidak bisa dekat dengan semua orang kan? Nah itulah yang kumaksud sebagai geng. Ada sekumpulan orang yang kau begitu dekat dengan mereka. Ketawa bareng, belajar pas ujian bareng, kadang futsal atau badminton bareng, bisa juga ke pantai bareng.

Banyak juga lho geng belajar bareng pas mau dekat-dekat masa ujian.

Kelihatannya sih sepele, tapi manfaatnya banyak lho.

5.      Buatlah Curriculum Vitae (CV)

Janji deh ini poin yang terakhir, hehe.

Apa itu CV? Sebuah catatan tentang perjalanan hidupmu, apa yang kau lakukan dan apa yang kau raih. Biasanya sih digunain untuk melamar kerja.

Kak, tapi kan aku maba, masa udah diminta buat CV. Belum saatnya kan? Nanti aja pas lulus ketika mau melamar kerja. Iya kan?

Nah, itu juga yang ketika maba dulu aku pikirkan. Ngapain juga buat CV pas awal-awal kuliah. Tapi aku rasa itulah yang paling penting.

Tulislah CV apa yang ingin kau raih dari kau maba sampai lulus nanti. Jadi CV di sini merupakan kumpulan target-target yang ingin kau capai selama empat tahun studimu (normalnya 4 tahun). Misalnya, juara di tingkat nasional, exchange ke luar negeri, conference, jadi ketua di organisasi A, jadi asisten lab dan asisten dosen, pernah mengikuti pelatihan C, menguasai bahasa Arab, Jepang Cina dan masih banyak lagi target-target yang setiap orang pasti berbeda.

Semakin terperinci target di CV masa depanmu. Maka akan semakin bagus.

Lima poin itu dulu ya (akhirnya selesai juga ngetiknya). Nanti kalau terpikirkan poin yang lain lagi, insya Allah saya susulkan di tulisan selanjutnya.

Intinya sih, tulisan ini sebagai catatan dari seorang mahasiswa biasa-biasa saja kepada kalian yang kelak akan menjadi mahasiswa luar biasa yang mengguncang jagat raya.

See you on top, guys! – sambil melambaikan tangan.

Dari : Irkham Maulana – Mahasiswa Biasa Biasa Saja

*Catatan : Judul ini terinspirasi dari judul What I wish I know when I was 20 karya Tina Seelig