Minggu, 31 Oktober 2021

Menasehati Masa Depan

 

Aku sering mendengar diksi seperti ini.

“Jikalau kau bisa kembali memutar waktu dan menyampaikan sesuatu kepada dirimu di masa lalu, apa yang ingin kau sampaikan?”

Kalimatnya terdengar indah, kayak ada manis-manisnya gitu. Menyampaikan sesuatu kepada diriku di masa lalu. Siapa yang tidak ingin? Jikalau memang benar-benar bisa, aku menduga apa yang ingin kusampaikan adalah jangan lakukan ini itu, dan lakukan ini itu, jadilah berani, atau ambillah kesempatan yang ini, dan tinggalkan kebiasaan itu. Pesan-pesan yang seolah jika kita melakukan sesuatu yang berbeda di masa lalu, hidup kita.

Sederhananya kalau satu paragraf barusan bisa dirangkum dengan satu kalimat, akan jadi seperti ini.

“Andai saja aku yang dulu. . .”

Kalimat yang terdengar merdu, tapi berbahaya sekali. Katanya kalimat ini bisa datang dari setan.

Bahasan yang terlalu serius, sampai kugosok-gosok keningku dengan tangan kiriku karena agak terasa pusing, hiks hiks.

Tapi selalu ada kabar baik, kan?

Iya kabar baiknya kali ini, masa lalu memang tidak bisa kita apa-apakan lagi karena ia telah berlalu. Yang kita bisa lakukan hanya mengambil pelajaran darinya. Kita memang tidak bisa menasehati masa lalu, tapi justru hal luar biasanya kita malah sangat bisa menasehati masa depan.

Kita sering melihat seseorang memposting apa yang diingatkan oleh sosial media seperti foto di masa lalu atau kita sendiri lah yang diingatkan. Kita jadi ingat momen kapan foto itu diambil, tetiba terlintas suasana dan cerita-cerita yang seolah tertuliskan di hasil jepretan dan hanya kita sendiri yang bisa membacanya. Kita seakan merasakan kembali dan hadir terbayang di masa-masa itu. Kita tahu persis dan paling mengerti apa saja yang tidak dimengerti oleh orang biasa saat melihatnya.

Meskipun, sekarang orang lebih suka memposting melalui story ketimbang di feed. Sejauh yang kulihat sih seperti itu.

Tapi menasehati masa depan itu konsepnya sama. Sekarang di detik ini, entah kenapa aku baru tersadar dan sekarang sedang melakukannya. Iya, menulis di halaman ini, dan tulisan tulisan setelah ini selain menjadi tempat menata pikiran, ia ternyata bisa menjadi tempat menasehati masa depan.

Saat diriku di masa depan membaca tulisan-tulisanku kelak, dia bisa tahu apa yang sedang kupikirkan saat ini. Dia juga akan tahu kenapa aku yang saat ini menuliskannya. Dia akan sangat mengerti kenapa tulisan itu dibuat. Menulis pengalaman dan pikiran saat ini, bisa jadi akan membantu diriku yang berada di masa depan. Aku pernah mengalami masalah seperti ini, masalah seperti itu, meskipun tentunya kubalut dengan kamuflase agar hanya diriku saja yang tahu isi yang sebenarnya.

Ingatan diriku yang saat ini terasa terbatas, apalagi ingatanku diriku yang berada di masa depan. Aku yang sekarang membayangkan bahwa diriku di masa depan akan mengalami pengalaman yang lebih banyak, bisa jadi lebih menguras pikiran daripada yang sekarang. Perkara ingatan ini memang ya, sesuatu sekali. Aku bahkan tidak bisa ingat seminggu yang lalu makan dengan lauk apa ketika makan siang. Terus aku berharap hanya mengandalkan ingatan untuk menangkap seluruh kejadian-kejadian dan pelajarannya?

Aku sedikit merasa lega, karena ternyata ada yang bisa diriku yang sekarang lakukan untuk sedikit membantu diriku di masa depan. Ya sejatinya seluruh tulisanku yang kubuat, entah itu kata mutiara, atau review kartun, atau apapun itu, sejatinya kutujukkan ke seseorang. Yang mana seseorang itu adalah diriku sendiri. Menuliskannya, terasa sedang seperti sedang berdialog. Menceritakannya, kadang benar-benar seperti merasa nafas menjadi agak tenang, pikiran cemas menjadi berkurang.

Aku sih yakin, setiap orang bisa menemukan caranya masing-masing untuk menasehati masa depan. Kalau aku lewat tulisan, bisa jadi kau lewat lukisan, jepretan, lantunan, atau pun menitipkannya ke teman-teman. Gimana cara menitipkannya? Ya ketika kalian saling bercerita dan mengobrol sambil tertawa bersama, kupikir itu juga adalah caranya. Temanmu di masa depan bisa membantu mengingatkan dirimu yang di masa depan.

Coba tebak, berapa kata masa depan yang sudah terketik di sini? Aku saja tidak tahu persis jumlahnya berapa. Tapi kayaknya sudah terlalu banyak, hiks hiks.

Sok-sokan sekali ya aku berbicara banyak tentang masa depan, padahal barangkali saja,  eh tiba-tiba mati, maut menjemput duluan.

Semoga Allah memberkahi umur panjang dan kebaikan-kebaikan di umur tersebut.

Kutipannya adalah Manusia lebih berusaha untuk hidup saat mati ketimbang saat masih hidup. Maka hargailah kehidupan saat masih hidup.

 

 

2 komentar:

  1. Masa lalu emang gitu. Untung kita nggak bisa balik ke sana. Haha

    BalasHapus
  2. Iya ya, kadang terlalu terpaku sama masa lalu, lupa kalau masa sekarang juga bakal jadi lalu

    BalasHapus