Rabu, 16 Desember 2015

Itu Urusan yang Lain Lagi



                Senin kemarin kami duduk melingkar, di masing-masing tangan telah  tergenggam sebuah buku panduan bahagia dunia dan akhirat. Membacanya meski belum paham artinya pun sudah suatu kebaikan. Membacanya dan paham mungkin bisa dibilang kebaikan kuadrat. Sedangkan membacanya, memahaminya dan mengamalkannya dalam kehidupan bisa jadi kebaikan pangkat tiga. Semoga bisa masuk ke tingkat tiga meskipun tingkat satu saja masih sering keteteran.

                 Di sana diceritakan bahwa ketika kelak di hari kemudian, kala orang-orang menyalahkan setan akan ‘kesialan’ dirinya tercampakkan dari surga. Apa yang setan jawab?

                “Aku hanya menggodamu, perkara kau ikut atau tidak itu bukan urusanku tapi urusanmu. Aku berlepas tangan darimu.”

                Sebuah cerita sederhana, namun jika boleh disimpulkan seseorang akan dimintai pertanggung jawaban atas apa  yang dilakukannya, dan tak seorang pun menanggung apa yang dilakukan orang lain. Bahkan ketika ‘dia’ disalahkan, dia menjawab itu urusanmu, urusanku hanya menggodamu.

                 Ketika kita mendapat perlakukan buruk dari seserang, misalnya sebuah ‘olok-olokkan’ itu terlihat sebagai sebuah keburukan. Hanya jika dilihat dari interaksi dua orang. Namun ketika kita pecah menjadi unit yang lebih kecil, unit dari tiap individu yang berinteraksi tadi. Maka ada dua urusan.

1.       Orang tersebut mengolokmu, itu urusan pertama.
2.       Responmu terhadap olokan, itu urusan yang lain dan di bagian ini benar-benar seluruh kendalinya ada di tanganmu. Dan di bagian ini pula kita akan dimintai pertanggung jawaban.

Kita bisa saja menanggapinya dengan mengolok-olok balik atau yang serupa dengan itu. Namun itu hanya akan memunculkan urusan ketiga, masalah baru. Dan di detik yang sama, kita bisa juga memutuskan untuk menanggapinya dengan positif. Menganggapnya sebagai pelecut semangat.

Ketika hal ini ia ucapkan, guruku tersebut bermaksud agar diri kita tidak membenarkan apa kesalahan yang telah kita lakukan lantaran ada kesalahan yang lebih besar dilakukan oleh orang lain.

“Elo kenapa nerobos lampu merah dan naik motor lewat trotoar?”
“Haduh, mendingan gua bro. Ini negara sudah banyak koruptor, kalau mau nyalahin orang salahin sono mereka yang telah menghancurkan negeri kita. Salah gue mah sediki,t orang cuma nyerobot lampu merah. Nggak sampai menghancurkan Indonesia, bung.”

***

Jika kita berpikir untuk kesal, marah, merasa tidak adil akan perlakukan orang, ingatlah mantra ini.

Itu urusan yang lain lagi.

Jika dia tidak berbuat baik pada kita, itu urusan dirinya. Urusan kita adalah berbuat sebaik mungkin dan menunjukan kebaikan pada dirinya.
***

Aku hanya menyampaikan ini kepadamu, dan ini urusanku. Kau memperoleh manfaat atau tidak, mau menerimanya atau melemparkannya ke tempat sampah, itu urusanmu.

Urusanku adalah hanya menyampaikan apa yang ku tahu.
Karena aku sayang padamu.


Aula, 14 Desember 2015.
KIP yang aku sempat terkapar.


0 komentar:

Posting Komentar