SURAT UNTUK HILAL...
Hilal, apa kabar?
Rasanya aneh sekali ya kalau
kutanyakan kabarmu. Setelah hari itu aku mulai berpikir untuk mengobrol juga
denganmu. Meski tidak lewat lisan, tapi lewat tulisan. Hari itu aku ingin mulai
bercerita banyak kepadamu? Kau tidak keberatan bukan?
Aku mulai tidak tidur di kelas.
Maksudku tidak tertidur dalam waktu yang lama ketika ada seseorang penjaga yang
berada di depan kelas. Meski masih tetap tertidur di kala UTS tadi pagi, tapi
masih lebih baik dari sebelumnya.
Tempo hari aku belajar motor
listrik. Mata kuliah yang gagal di awal pertama kali aku mengambilnya tahun
lalu. Belajar selama 3 hari hanya untuk satu matkul. Sayangnya tiga hari selalu
tidak bisa kumaksimalkan. Belajar soal-soal yang menerapkan hitungan namun
justru soal yang dikeluarkan berkutat pada teori yang perlu dipahami dalam dan
dihafal.
Aku merindukan kau di sini, duduk
bersama atau mengutusku untuk membelikan sebuah gorengan “bongkrek”. Kalau kau
sekarang di ruangan ini, kau pasti akan terheran karena sekarang aku menyukai
menulis. Sangat menyukainya. Ingin ku berbagi banyak kepadamu soal
kejadian-kejadian hari kemarin. Kau tak perlu membalas, semoga doa-doa yang
kupanjatkan bisa sampai kepadamu.
Hilal, apa kabar?
Rasanya aku ingin menanyakan seperti
ini berulang kali. Aku tahu sekarang dikau membacanya. Tanpa perlu kau membuka
jendela halaman ini. Kau melihatnya bahkan ketika pesan untukmu ini kutulis.
Berkatmu aku memberanikan diri untuk
tampil di depan umum. Sebelumnya mana berani aku menampakkan wajah di depan guratan raut
muka para pemimpin muda. Kau yang memaksaku untuk mengikutinya. Lebih tepatnya
aku yang memintamu untuk memaksaku.
Yah itu kedua kalinya aku menyanyikan lagu di depan orang, dan
ternyata membuatku malu juga. Melihat penampilan-penampilan peserta lain
rasa-rasanya aku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka-mereka yang
telah berusaha keras. Melakukan banyak
hal. Yah walau cuma sebuah ajang internal asrama, tapi kelihatannya aku
menanggapinya berlebihan ya.
Banyak penampilan di sana, dimulai
dengan sebuah karaoke dari sepasang duo alim Fajar dan Fikri, mereka berdua
menyanyikan lagu Alhamdulillah dari opick. Lagu yang sama yang kunyanyikan
sewaktu ujian praktik kelas 6 sekolah dasar. Arief menampilkan debus (makan lampu
neon) dan yang paling memukau adalah penampilan tim Reza. Dia menampilkan
sebuah teater dengan tokoh utama bernama Naka. Dibalut dengan kejenakaan
dirinya, ke”bengisan” suara dodik, dan kejaiman aqmal rasa-rasanya memang kamar
ini kamar yang istimewa. Penampilan mereka ditutup dengan pembacaan sebuah
puisi oleh
Master baca puisi.
Lalu apa yang pecinta kucing
tampilkan? Jangan ditanya. Kami menampilkan sesuatu yang berbeda juga, diawali
dengan sebuah sajak yang dibuat langsung di tempat oleh
hilya dan zahana. Bercerita tentang seseorang yang ingin menjadi orang lain karena kehebatan-kehebatannya. Cerita
tersebut menjadi pembuka dalam penampilan “genjrengan” lagu berjudul kun Anta.
Lagu ini baru kudengar pas training
jurnalistik, dan keputusan membawakan lagu ini baru sore pas hari H. Maka
jadilah aku kesulitan.
“Tapi, di malam itu aku tidak tahu
apakah bagus tidaknya penampilan kami. Yang jelas aku berbahagia”
“Thanks to Pecinta Kucing”
*Yogyakarta, 13 Oktober 2015
Sebuah
halaman dengan pemandangan sawah di malam hari
0 komentar:
Posting Komentar