Senin, 09 November 2015

Kuliah Kosong



                Kipas angin masih berputar di tengah kamar. Menggerakkan blade untuk menyalurkan angina ke segala penjuru ruangan. Cahaya matahari mulai masuk menyinari kasur yang berada di dekat jendela. Jalan Raya depan rumah sudah mulai ramai kendaraan berlalu lalang. Saling salip karena mereka memang merasa terburu-buru. Apa daya, jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Namun di kasur yang telah tersinari matahari lewat jendela itu,  pemuda itu masih meringkuk takzim memeluk bantal guling. Seolah begitulah dia kalau memeluk kekasih. Pemuda yang belum bangun. Lebih tepatnya belum mau bangun.

                “Kak Rehan, sudah jam 7. Ayo bangun. Nanti telat lho…”

                “Hmmmm, masih jam 7. Kuliah kakak kosong, Na. Tadi malam dapat kabar dari teman satu kelas.”

                “Tapi kan, Kak?”

                Belum sempat menjawab, Rehan telah merubah posisinya. Membenamkan kepala lebih dalam ke bantal. Seolah tak mau mendengar apa yang akan disampaikan oleh adiknya, Lana.

                ***

                Kipas angin masih berputar dengan kecepatan level dua. Matahari tidak lagi menyinari sebagian kasur yang Rehan tempati. Tidak, tapi cahayanya sudah hampir memenuhi seluruh isi kamar. Jam di dinding kamar menunjuk angka setengah sepuluh.

                “Duh jam berapa ini?” Rehan kalang kabut.

                Di meja dekat kasur, terdapat susu yang telah dingin dan secarik kertas. Ia baru ingat, ketika adiknya membangunkan tadi, ia juga telah membawakan segelas susu panas kesukaannya. Susu tersebut tak mungkin masih panas sekarang.

                Rehan mengambil secarik kertas yang diselipkan di bawah gelas.

                “Kak Rehan yang Lana sayang. Kuliah kosong bukan berarti bisa bangun siang lho”



*Yogyakarta, 10 November 2015 

0 komentar:

Posting Komentar