Sabtu, 21 November 2015

Jendela dan Kereta



                Buru-buru kami menuju Stasiun Lempuyangan. Kloter pagi yang ketinggalan kereta membuat kami bertekad untuk tidak mengulangi kejadian yang sama.

                Jendela dan kereta.

                Malam itu perjalanan menuju Kota Pahlawan dimulai. Mengendarai (lebih tepatnya menumpang) ular besi di atas rel. Berharap di sana bertemu saudara-saudara seperrjuangan.

                Untuk kedua kalinya melakukan perjalanan dengan kereta. Hanya saja sekarang lebih ramai dibanding yang pertama. Tanpa Rifan dan Fajar. Dulu untuk PIMNAS. Malam itu untuk Latihan
Gabungan Timur.

                Tulisan ini dibuat dengan kepala terasa bebal. Tak tahu apa yang ingin kusampaikan. Tapi bukankah aku memang tidak berkewajiban untuk menyampaikan sebaik mungkin, seindah-indahnya cerita. Maka itu artinya tak ada yang salah dengan diriku yang bercerita hanya bercerita. Menulis, menulis saja.

                Pemandangan gelap tampak dari jendela kereta dengan laju sekitaran 60 – 80 km/jam. Langitnya gelap, namun yang kadang dibawahnya dipenuhi lampu-lampu jalanan kota. Terkadang gelap hanya gelap karena kereta melintasi daerah persawahan ditemani bintik bintik cahaya bintang.

                Seringnya disuguhkan pemandangan rumah-rumah berderetan. Pos ronda dengan beberapa bapak yang tengah asik mengamati permainan catur kawan-kawannya. Tak jarang juga kereta beradu balap dengan kendaraan lain. (Hanya merasa).

                Semua pemandangan itu hanya sebentar. Silih berganti. Tak bisa ku melihat sawah dan bintang terus menerus. Karena kadang kereta juga melewati deretan rmah, pasar maupun jalan raya.

                Hanya satu hal yang pasti kulihat ketika menatap dari jendela kereta malam. Pemandangan itu adalah diriku sendiri yang menetap ke jendela kami saling pandang. Aku bahkan hendak menyapanya, Diriku di balik jendela. Mungkin kau akan menganggap ku gila. Aku tak mengapa, mungkin saja aku sudah gila sejak dari awal.

                Di sana terlihat seseorang yang menemani diriku di balik jendela. Meski tak ada orang lain di samping bangkuku.

                Diriku di sana yang tersenyum bahagia.


Lempuyangan Yogya– Gebung Surabaya ,13 November 2015
Kereta Gaya Baru Malam

Aku Jendela dan Kau di balik Jendela  

0 komentar:

Posting Komentar