Sebagai anak kampung, rumput manis
ini begitu familiar di masa kanak-kanakku dulu. Berhektar-hektar batang
setinggi 2 meter lebih yang bisa makan ini tumbuh di desaku.
Dan sepulang dari kampus tadi, tak
sengaja ku melihat penjual es tebu (bukan tak sengaja si, baru sempat buat
berhenti). Ku berhentikan motorku sejenak, dan membeli satu buah minuman dari
hasil perasan batang manis tersebut.
“Bu, boleh nggak bu tebu
gelondongannya ku beli?”
“Buat apa mas?”
Aku Cuma tersenyum, tapi
rasa-rasanya senyumanku begitu nampak bahwa aku benar-benar menginginkannya.
“Ya sudah, harganya segini mau?”
Aku berpikir panjang. Duduk di depan
meja tempat penjual itu menggelar dagangan.
“Boleh deh Bu”
***
Segera saja diriku ke dapur dengan
batang manis yang panjangnya mungkin tidak lebih dari 50 cm.
Meraih pisau “gede” dan segera
kukupas kulit-kulit kerasnya.
“Jan. mau nggak?”
“Apa ni?”
“Tebu”
“Terus makannya gimana?”
“Yaelah, dikunyah, tapi jangan
ditelan yo”
“Eh buset, enak banget ham”
“Lah ente belum pernah makan ginian?”
“Belum”
Maklum saja mungkin ya, balik papan
dan Kalimantan terlalu banyak kelapa sawit pikirku.
Batang manis ini mengantar kepada
memori dulu, masa bocil bocil tidak karuan nakalnya. Jarang pulang, lari-larian
di tengah sawah, dan bermodalkan sebuah pisau, masuk bersama teman-temanku ke
dalam kebun tebu.
Melahap tebu sesuka hati di tengah
tingginya barisan-barisan tebu yang telah menjulang tinggi.
Sebentar kemudian pulang membawa
beberapa batang untuk kami makan di rumah.
Itu masa kecilku,
Ketika aku tak begitu memahami
kenapa dulu seperti itu. Sama seperti tidak pahamnya kenapa dulu begitu
repot-repot adu lari bersama kawan permainan sambil mendongak ke atas hanya
untuk mengejar layang-layang putus. Berseru riang “hei layangan tugel-layangan
tugel-hei ada layangan putus-layangan putus” (heran
juga kenapa aku nggak ngejarnya diam diam saja ya, kan biar dikit saingan)
Padahal toh berapa si harga layangan
baru, Cuma 500 rupiah waktu itu.
Ya
begitulah, nampaknya memang tak perlu punya alasan kuat di masa kecil dulu.
Ketika aku menyukainya, aku akan
mengatakan aku menyukainya.
Dan ketika tidak, aku akan bilang
bahwa aku tidak suka.
Tebu dan
layang-layang, Sebuah harta karun yang tak perlu penjelasan.
17 September
2015 14.08
Di samping
laptop ada segelas es tebu
0 komentar:
Posting Komentar