Telah dua
bulan Rehan berangkat menuju tanah pengabdian di perbatasan. Malam ini adalah
saat dia kembali pulang. Menuju kampung halaman.
Ia membuka dan tiba tiba Lana
mendekat.
“Bisa Kak Rehan tolong pegang bantal ini?”
“Mau buat apa Na?”
Gadis itu tidak bilang apa-apa. Hanya
membalikkan badan dan melangkah menjauh dari kakaknya.
“Siap!!!!! Hiaaaaatttt”
Langkah kakinya semakin cepat,
sekarang ia justru berlari sekuat tenaga menuju Rehan. Menempatkan siku kanan ke
arah depan.
“Kak Rehan harus siapppp”
Sebuah bunyi gubrak terdengar.
Lana menghantam cepat bantal yang dipegang Rehan.
Kecepatan dia berlari, ditambah semangatnya yang membara membuat
Rehan yang tidak siap terpental dari tempat semula.
“Misi berhasil komandan!!!”
Gelak tawa terdengar. Tidak hanya dari suara Lana yang Rehan tahu
persis seperti apa. Ada suara lain. Dan yang
ini sepertinya Rehan juga pernah mendengarnya. Suara milik Hilal dan Nur
Khasanah.
“Apa kabar Nak?”
“Kabar baik Bu Ayah” Pemuda itu langsung beranjak dan menyambut
kedatangan mereka berdua dengan sebuah pelukan. Rehan kali ini terisak.
Lana menarik bagian bawah baju Rehan. Mirip seorang anak-anak yang
sedang meminta ibunya untuk dibelikan arum manis.
“Banyak sekali yang terjadi. Sangat menyenangkan ketika kita semua
bersama.”
Dari tangan mungilnya ia menyodorkan sebuah kertas.
0 komentar:
Posting Komentar