18 Januari 2016
Melihat
para orang kampung yang main bulutangkis, tanganku gregetan. Pukulan-pukulan
yang dilancarkan begitu lemah. Melambung bentuk para bola begitu pelan.
“Kok
bisa-bisanya gitu banget!”
“Cemen
banget mainnya.”
Tentu
kata-kata tersebut tak pernah keluar dari mulut, hanya mengendap di hati.
Beragam perasaan “bisa” muncul begitu saja. Normalnya memang aku bisa bermain
lebih bagus dari mereka. Aku ingin segera turun lapangan, menunjukan betapa bagusnya
diriku dibanding dengan permainan mereka.
Perasaan
tinggi hati yang mampir bagitu saja.
Aku
bertanding.
Dan
aku kalah.
0 komentar:
Posting Komentar