6 Januari 2016
Di
negeri nan jauh sana, berdiri sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja bernama
Farhan. Kerajaan itu begitu makmur. Rakyat tidak merasa kekurangan karena berbagai
kebutuhan mereka telah tercukupi. Dalam kepemimpinannya, ia tidak sendirian.
Ditemani oleh seorang penasehat bernama Raihan. Penasehat yang kata “saingan
politik”nya hanya bisa mengatakan itu yang terbaik atas semua pertanyaan.
Sampai
pada suatu hari, sang Raja ingin berlibur ke hutan hendak berburu rusa. Rusa
bertanduk indah yang menjadi rumor banyak orang. Maka Raja, Penasihat dan
beberapa pasukan pergi ke hutan memulai perburuan.
Hari
telah malam ketika mereka tiba. Maka Raja memutuskan untuk menginap villa
terdekat di sana. Malam itu entah apa yang raja pikirkan, jemari yang ia
gunakan untuk memotong buah apel terputus karena sebilah pisau. Kelingking yang
berada di posisi bawah ketika mengiris ikut tersayat.
Sang
Raja panik, begitu juga seluruh pasukan. Hanya Raihan yang sejak dari tadi
duduk tenang di bangku meja makan. Melihat Raihan begitu tenang, Raja akhirnya
meminta nasihat kepada Raihan. Barangkali bisa memberikan kalimat-kalimat penyemangat
yang biasa dilontarkan oleh penasihat-penasihat lain.
“Itu
yang terbaik.”
“Kau
ngomong apa? Bagaimana bisa kau mengatakan kelingkingku yang terputus ini
sebagai sesuatu yang terbaik ha?” Raja berang bukan main. Darah yang mengalir
di tubuhnya mendidih. Otot-otot di pelipisnya mencuat, giginya gemeretak.
Bukannya terhibur, Raja justru marah besar.
“Masukan
penasehat bodoh ini ke penjara bawah tanah Villa. Biar dia bisa belajar atas
apa yang ia katakan” titah sang Raja kepada pasukan.
“Ini
yang terbaik,” hanya itu yang penasehat katakana ketika pasukan menguncinya
dalam penjara bawah tanah.
***
Raja
dan pasukan masuk ke dalam hutan untuk melanjutkan perburuan. Meninggalkan sang
penasehat dan beberapa pasukan yang berjaga.
Rusa
tak didapat, justru kemalangan yang datang menyapa. Seluruh Raja dan pasukan
ditangkap oleh suku bar bar yang menghuni hutan. Mau seberapa keras Raja itu
menjelaskan bahwa dia adalah pemimpin negeri, tetap saja suku tersebut tidak
mengerti. Lebih tepatnya tidak peduli dan merasa tidak perlu untuk peduli.
Mereka tak mengenal apa itu raja. Yang mereka tahu, malam ini mereka akan makan
besar.
Semua
pasukan telah masuk dalam kuali panas, mereka direbus hidup-hidup untuk
dijadikan santapan makan malam. Hingga giliran untuk ‘menceburkan’ sang Raja.
Namun, ada yang aneh ketika mereka memeriksa Raja. Suku bar-bar tersebut justru
melepaskan sang Raja dan membiarkannya pergi begitu saja.
Ternyata
ada sebuah kepercayaan bahwa manusia yang dimakan hanya mereka yang memiliki
tubuh lengkap, anggota badan sempurna. Dan kelingking raja telah putus yang
menjadikannya dilarang untuk dimakan. Kalau tidak diikuti mereka percaya bahwa
mereka akan dikutuk oleh alam.
Raja
pulang, dengan meneteskan air mata ia kembali ke villa. Pemandangan yang
mengejutkan kembali terpampang di depan mata. Para pasukan yang berjaga sudah
bergelimpangan bersimbah darah disapu habis oleh suku bar bar. Tak ada yang
selamat.
Raja
hanya terdiam dirundung kesedihan. Raja mendengar ada suara dari bawah tanah.
Dan ia jadi teringat akan seseorang. Raihan. Sang Penasehat.
“Kenapa
kau bisa selamat?”
“Ketika
suku bar-bar menyerbu, aku selamat karena mereka tidak memeriksa ke penjara
bawah tanah. Kalau saja Raja tidak menjebloskanku ke penjara, mungkin sekarang
aku tidak selamat.”
*****
0 komentar:
Posting Komentar