Senin, 27 September 2021

Problematika Bahasa

 

Ternyata jadi orang jawa yang nggak bisa ngomong krama alus itu susah. Kalau ngomong inggris dibilang keminggris. Kalau ngomong indonesia dibilang kemindon? Kalau pake bahasa ngoko dibilang nggak sopan, hiks hiks. Padahal semasa sekolah, ada mata pelajarannya, seminggu sekali dan selama 9 tahun, dan entah kenapa tetap level krama alus ku begitu-begitu saja. Hanya sebatas tahu, tapi nggak mahir menggunakannya.

“Kowe gelem karo wong sing boso karo wongtuo ae raiso?”

Aduh, bayangin balon yang menggelembung besar, terus tiba tiba ujung balonnya dibuka lebar, langsung ciut dan kempes. Persis seperti itu rasanya pas baca sepenggal kalimat tadi.

Ternyata jadi orang jawa yang nggak bisa ngomong krama alus itu susah. Jadi nyesel kenapa dulu tidak belajar serius dan tidak serius pula untuk sering-sering menggunakan. Terlalu terbiasa menggunakan ngoko, jadi ngomong ngoko seperti ringan saja tanpa ada berpikiran “sopan nggak ya?”. Hiks hiks. Aku bahkan nggak ingat sih, kepada siapa aku bicara ngoko, dan kepada siapa aku pakai bahasa indonesia.

Kalau tak pikir-pikir, agak susah sih ya. Karena krama alus itu hanya sering kudengar ketika di acara formal. Kebayang nggak, dalam hidup lebih banyak formalnya atau lebih banyak tidak formalnya? Ditambah lagi karena krama alus adalah bentuk bahasa penghormatan, kita yang muda harus berkrama alus dengan yang tua, sedangkan yang tua bisa ngoko dengan kita yang muda. Dilihat dari probabilitasnya (hilih nyebut istilah apalagi ini) kita yang muda jadi jarang mendengarnya kan ya? Jarang mendengar untuk dijadikan contoh dan pembiasaan, ditambah kalau sesama teman sepantaran, ngoko an bebas.

Orang jawa itu hobinya mbatin. Sepertinya memang gitu sih. Dan jadi dimunculkan pikiran bahwa barangkali setelah mendengar diriku yang tidak bisa berbahasa krama alus dan tanpa sadar ngoko-an, batin mereka bisa berucap.

“Ini anak tidak sopan ya kepadaku”

Ada nggak sih, sebuah teknologi gitu, yang bisa mengantarkan apa yang di pikiran dan di hati langsung menuju ke pikiran dan hati orang yang dituju dan bisa saling paham. Telepati gitu. Kita bisa mengerti maksud seseorang tanpa keluarnya suara dari kerongkongan? Semacam kita tidak perlu kebingungan harusnya ngomong ini lebih baik daripada itu. Harusnya pakai kata ini lebih halus daripada kata itu atau semacamya.

Tidak selesai dengan kata-kata, ditambah lagi ada bahasa gesture atau mimik wajah dan bahasa kalbu. Toloooooooooong.

0 komentar:

Posting Komentar