Senin, 20 September 2021

Terlalu Sedih untuk Bercerita


Kunyalakan lagi lampu kamar, kubuka lagi laptop yang sempat kututup lipatannya di jam sebelas malam tadi. Pagi ini jam setengah satu, jam ketika aku harusnya sudah terlelap, atau ketika setengah sadar menggoyangkan raket ke udara ngasal tapi ada bunyi cetar-cetar. Pagi ini jam setengah satu, menulis sekarang ini, cuma salah satu cara yang kupikirkan agar kantuk segera hadir kembali.

Daripada bengong doang di gelapnya kamar kan?

Seorang teman membuat status di whatsapp nya, hobinya dia memang sepertinya begadang. Ada kalimat dari statusnya yang membuatku mereply nya padahal sudah tengah malam.

“Tapi ternyata ada doa yang sempat terlupakan, dan mungkin akan dikabulkan.. Yuk bisaa yuk :)”

Pas kubaca kalimat statusnya, aku mengiranya ia sedang berbahagia.

“Apa itu doa yang terlupakan?” ternyata aku sekepo itu. Ingin tahu apa yang membuat temanku (kayak e ini bisa jadi klaim sepihakku doang) bahagia.

“Aku terlalu sedih untuk bercerita.” 

Jawabannya sungguh berkebalikan. Ternyata dia sedang sedih? Dan aku justru mengira dia sedang bahagia dari baca tulisannya? Dan entah pikiranku yang sepertinya sedang tidak nyambung atau gimana. Aku cuma bisa reply, its okay, semoga aku bisa paham (lagi-lagi reply ku justru tentang diriku, egois sekali ya).

“Aku terlalu sedih untuk bercerita.”

Dalam hatiku aku cuma bisa berdoa, semoga lekas diangkat kesedihannya.

Tapi dia benar, bercerita itu membutuhkan keceriaan. Menceritakan apa yang kita rasakan itu juga butuh tenaga. Sayangnya ketika kita sedih, tenaga dan keceritaan kita hilang. Lantas kenapa kita harus bercerita? Padahal untuk tertawa saja yang cuma ha ha ha, kita sedang tidak bisa? Apalagi hanya untuk mengetik layar di lampu kamar yang sudah padam, memikirkan susunan kalimat agar dipahami dan tidak salah paham.

Aku sendiri masih percaya dengan kalimatku sendiri. Tidak begitu ingat dapat inspirasinya darimana, atau jangan jangan aku mencomotnya dari ingatan orang.

Meskipun kita tahu ceritanya, tidak lantas kita bisa tahu rasanya

Toh beberapa hari kemarin, gloomy day benar-benar ada. Sampai ia sirna ketika seseorang mengatakan bahwa diriku seperti keluar dari kebiasaan.

Suara-suara malam telah hilang, kini hanya tinggal keheningan. Jam digital di layar bilang sekarang 12.55 AM.

Aku juga belum mengantuk, tapi tak tahu apa lagi yang ingin diceritakan.

Untuk temanku yang sedih sampai tidak bisa bercerita, semoga terbukanya matamu besok pagi, maka sudah cerah juga hatimu dari kesedihanmu.

Tapi tak ada yang salah dari kesedihan, itu bagian dari kehidupan.

Dan tolong maafkan, aku yang mengaku teman, tapi tidak tahu apa yang bisa kulakukan. Hiks hiks.

 

 

 

              

 

 

 

 

 

              

0 komentar:

Posting Komentar