Kunyalakan lagi lampu kamar, kubuka lagi laptop yang
sempat kututup lipatannya di jam sebelas malam tadi. Pagi ini jam setengah
satu, jam ketika aku harusnya sudah terlelap, atau ketika setengah sadar
menggoyangkan raket ke udara ngasal tapi ada bunyi cetar-cetar. Pagi ini jam
setengah satu, menulis sekarang ini, cuma salah satu cara yang kupikirkan agar
kantuk segera hadir kembali.
Daripada bengong doang di gelapnya kamar kan?
Seorang teman membuat status di whatsapp nya, hobinya dia memang sepertinya begadang. Ada kalimat
dari statusnya yang membuatku mereply nya padahal sudah tengah malam.
“Tapi ternyata ada doa yang sempat terlupakan, dan
mungkin akan dikabulkan.. Yuk bisaa yuk :)”
Pas kubaca kalimat statusnya, aku mengiranya ia sedang
berbahagia.
“Apa itu doa yang terlupakan?” ternyata aku sekepo itu.
Ingin tahu apa yang membuat temanku (kayak e ini bisa jadi klaim sepihakku
doang) bahagia.
“Aku terlalu sedih untuk bercerita.”
Jawabannya sungguh berkebalikan. Ternyata dia sedang
sedih? Dan aku justru mengira dia sedang bahagia dari baca tulisannya? Dan
entah pikiranku yang sepertinya sedang tidak nyambung atau gimana. Aku cuma
bisa reply, its okay, semoga aku bisa
paham (lagi-lagi reply ku justru
tentang diriku, egois sekali ya).
“Aku
terlalu sedih untuk bercerita.”
Dalam hatiku aku cuma bisa berdoa, semoga lekas
diangkat kesedihannya.
Tapi dia benar, bercerita itu membutuhkan keceriaan.
Menceritakan apa yang kita rasakan itu juga butuh tenaga. Sayangnya ketika kita
sedih, tenaga dan keceritaan kita hilang. Lantas kenapa kita harus bercerita?
Padahal untuk tertawa saja yang cuma ha ha ha, kita sedang tidak bisa? Apalagi
hanya untuk mengetik layar di lampu kamar yang sudah padam, memikirkan susunan
kalimat agar dipahami dan tidak salah paham.
Aku sendiri masih percaya dengan kalimatku sendiri.
Tidak begitu ingat dapat inspirasinya darimana, atau jangan jangan aku
mencomotnya dari ingatan orang.
Meskipun kita tahu ceritanya, tidak lantas kita bisa
tahu rasanya
Toh beberapa hari kemarin, gloomy day benar-benar ada. Sampai ia sirna ketika seseorang
mengatakan bahwa diriku seperti keluar dari kebiasaan.
Suara-suara malam telah hilang, kini hanya tinggal
keheningan. Jam digital di layar bilang sekarang 12.55 AM.
Aku juga belum mengantuk, tapi tak tahu apa lagi yang
ingin diceritakan.
Untuk temanku yang sedih sampai tidak bisa bercerita,
semoga terbukanya matamu besok pagi, maka sudah cerah juga hatimu dari
kesedihanmu.
Tapi tak ada yang salah dari kesedihan, itu bagian
dari kehidupan.
Dan tolong maafkan, aku yang mengaku teman, tapi tidak
tahu apa yang bisa kulakukan. Hiks hiks.
0 komentar:
Posting Komentar