Rabu, 15 September 2021

Bukankah Aku Telah Berjasa

 


Sesekali bercerita tentang tontonan kartun lah ya. Tapi kayaknya aku bohong kalau bilang hanya akan cuma sekali. Mungkin karena meskipun yang ditonton adalah produk dari gambar, cerita fiksi dan yah kesannya kartun adalah tontonan anak-anak, sebenarnya banyak pula adegan atau cerita yang menyentuh sampai membekas di pikiran.

Tokoh tersebut bernama Zerofuku. Dia adalah salah satu sosok petarung dalam cerita record of ragnarok. Sosok yang mewakili pihak dewa dalam pertempuran antara dewa dan manusia di dalam arena. Tapi wujud dari Zerofuku yang merupakan gabungan dari 7 dewa keberuntungan ini sungguh begitu kontras karena ia tampak begitu menyeramkan dan dipenuhi dengan aura kebencian

“Dia lebih cocok disebut iblis ketimbang dewa”

“Dulunya, Zerofuku adalah sosok dewa yang paling baik hatinya”

Sang tokoh narator dalam cerita pun mengungkapkan masa lalu Zerofuku.

Dahulu kala, Zerofuku itu lebih baik hati dari dewa manapun. Namun pemandangan yang menyambutnya saat turun ke dunia adalah kesedihan dan kesedihan. Kematian, lanjut usia, penyakit, berpisah dengan orang yang disayang, bertemu dengan orang yang dibenci, gagal mencapai tujuan, depresi dan segala jenis kesedihan terpampang di depan mata saat mengunjungi sebuah desa.

“Apa yang bisa kulakukan sebagai dewa untuk bisa membuat orang-orang ini bahagia? Jika manusia menjalani kehidupan yang sedih maka mereka pasti akan senang jikalau aku menghapus sumber kesedihan mereka dari asalnya.”

Zerofuku akhirnya bisa menyembuhkan seorang anak kecil yang sakit-sakitan hingga seperti tak pernah sakit sebelumnya. Yang Zerofuku lakukan sebenarnya bukan penyembuhan, melainkan ia pindahkan sakit si anak ke dalam dirinya. Ia menyerap sumber kesedihan si anak.

“Kuharap kau senang.” ucapnya dengan senyuman.

Zerofuku menemukan bahwa dirinya bisa membantu manusia dengan menyerap kemalangan mereka agar hidup mereka bahagia. Jadi setelah menemukan arti dari dirinya, dia mengembara jauh dan mengambil seluruh kemalangan manusia di sepanjang perjalanan. Tubuhnya menjadi buruk rupa, dan tak ada keceriaan lagi dirinya karena terlalu banyak kemalangan yang ia serap.

“Kuharap kalian semua senang. Kuharap semua orang senang”

Walaupun dia harus menyerap banyak sekali kesedihan dan kemalangan. Walaupun itu membuatnya merasakan sakit dan menderita. Zerofuku menemukan kebahagiaan dari memberikan kebahagiaan itu sendiri kepada manusia.

Ia kemudian berpikir untuk menengok desa dimana ia menyembuhkan seorang anak kecil yang sakit dan yang penduduknya ia ambil seluruh kemalangannya dulu.

Pemandangan yang ia lihat, sangat jauh berbeda dari yang dia bayangkan. Semakin banyak kemalangan yang dia ambil, para penduduk justru semakin tersesat dalam kesenangan dan jatuh dalam kebejatan. Hingga ia menyenggol seorang pemuda, dan pemuda itu justru menghinanya dengan pandangan jijik dan umpatan dasar bocah kotor. Ia bahkan meludahinya. Zerofuku ingat, sosok pemuda itu adalah anak kecil yang ia sembuhkan dulu dari sakitnya.

Sembari tersungkur ke tanah, ia masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

“Huh? Ini semua pasti salah. Ini tidak mungkin nyata kan? Padahal aku sudah melalui begitu banyak demi mengambil kemalangan mereka. Tapi kenapa aku tidak bisa membuat mereka bahagia? Tapi kenapa malah seperti ini yang terjadi?”

Kemudian ia melihat sesosok manusia yang diikuti oleh rombongan manusia lain. Mereka-mereka yang mengikutinya terlihat kurus kering. Tapi Zerofuku melihat kebahagiaan di wajah mereka. Kenapa?

“Kenapa para manusia yang mengikutimu terlihat sangat senang. Kenapa kenapa? Padahal aku sudah berusaha mati-matian menyerap kemalangan mereka! Kenapa mereka tak tampak bahagia sedikitpun? Kenapa kenapa kenapa?”

“Menyerap kemalangan mereka? Itu salah. Mereka jadi semakin tidak bahagia. Kebahagiaan itu bukanlah hal yang bisa diberikan pada orang lain. Itu adalah hal yang harus kau dapatkan sendiri.”

Zerofuku berlari, menangis dan tidak terima.

“Apa-apaan yang manusia tadi ucapkan? Aku sudah berusaha mati-matian!”

Zerofuku terus mengumpat. Cinta suci dengan cepat menjadi kebencian. Ia justru ingin menghancurkan umat manusia.

Ini kenapa aku malah jadi menceritakan panjang apa yang ada di komik ya? Adegan-adegan selanjutnya adalah pertarungan dan pertarungan. Namun pada akhirnya, yang membuat ini menarik adalah apa yang disampaikan Zerofuku saat di arena.

Aku menyelamatkan mereka, tapi tak ada yang berterima kasih padaku.

Wait-wait, aku mau disclaimer dulu. Mungkin saja kau berpikir, halah begitu doang. Apa menariknya sampai kutuliskan sepanjang ini? Iya kau benar, bisa saja sesuatu yang menarik buatku, tidak menarik buatmu. Dan bisa saja sesuatu yang menarik buatmu, tidak menarik buatku. Aku sedang belajar satu hal itu sih. Bantu aku latihan ya. Kalau aku dan kamu itu berbeda, tapi tidak untuk dibeda-bedakan.

Cerita sederhana tentang Zerofuku itu terasa something to me. Kenapa?

“Aku sudah senyum dan bersikap ramah di depannya, tapi kenapa dia secuek itu?”

“Aku sudah menyapanya, tapi kenapa dia diam saja?”

“Aku telah membantumu, kenapa sikapmu seperti itu?”

“Aku telah memberimu segelas susu, kenapa kau tidak tampak senang?”

“Aku sudah berbuat baik padamu, kenapa kau tidak melakukan hal yang sama untukku?

 “Aku telah memprioritaskanmu, tapi kenapa aku bukan prioritasmu?”

“Aku merawatmu, tapi kenapa kau tidak menghormati dan menyayangiku?”

“Padahal aku berjuang mati-matian untuk mereka, tapi tak ada yang berterima kasih padaku.”

“Aku memberimu segelas susu, tapi kau guyurkan seember air comberan ke mukaku?”

Jikalau bisa ditarik ke dalam sebuah rumus. Maka akan menjadi seperti ini.

Aku telah . . . . . . . . untukmu, tapi kenapa kamu. . . . .

Saat itu terjadi, makanan yang kita kunyah, tak lagi selezat itu. Minuman manis, bisa jadi hambar, atau bahkan pahit. Usaha yang kita lakukan, terasa melelahkan dan berubah menjadi beban. Keringat yang berkucur menjadi menyebalkan.

“Kenapa aku tetap harus begini, padahal dia begitu”

Cinta suci dengan cepat berubah menjadi kebencian. Kebaikan tidak lagi terlihat. Semuanya hanya gelap. Gelap ketika kita mengharapkan satu hal dari manusia.

Gelap ketika kita berharap manusia menunjukan Rasa Terima Kasih (yang seringnya mereka tidak memberikannya) dan akhirnya berubah menjadi kekecewaan.

 

0 komentar:

Posting Komentar