Selasa, 21 September 2021

Pilihan


Judulnya memang pilihan. Seakan topik berat, atau mungkin sudah kau kaitkan dengan topik jodoh, karir dan segala macamnya. Halah. Tulisan ini ditulis jam 3 pagi, dan di jam-jam ini, topik berat macam jodoh tentu bukan pilihan untuk dipikirkan.

Ceritanya malam ini tidur seperti biasa, tapi berulang kali terbangun, gelisah, ke toilet dan ketika buka jam di xiaomi (seolah penting banget nyebut merk, ketimbang dari dulu hp hp mulu kan bilangnya), masih jam 2 pagi. Ingin rasanya tidur lagi, tapi kayaknya bakal kebangun lagi dan lagi. Jadinya ya coba melek saja. Nyari aktivitas di dalam kamar.

Terus baru ingat, ada paket yang datang tadi pagi, sebuah meja portable yang kubeli beberapa hari lalu. Jadi sendirian di dalam kamar jam 2 pagi, ada gitu ya orang kepikiran unboxing saat suasananya sesepi ini.

Kalau kuingat-ingat, belinya juga karena hal yang sepele sih. Jadi senior kantor kukirimi sebuah gambar jepretan layar biar bukti sedang meeting dari kos (hehehe, mungkin butuh perkenalan lagi, aku orangnya suka jepret sesuatu yang ada di depan mata terus kukirimkan ke orang yang ngechat. Contohnya ketika ditanya sedang apa dan ingin kujawab sedang makan, kujepret gerobang tukang nasi gorengnya, atau kujepret tembok warungnya, atau mangkuk baksonya, iki opo tanda kurung e kok dowo ngene). Nah foto ini lah yang kukirimkan.

Senior balas owalah dan disusul dengan chat link buat beli meja laptop portable tanpa aku minta.

“Beli ini kah satu mas” (aku nangkapnya mbok beli meja yang proper to, kok kardus kertas gitu, wkwkwkw)

   Dalam hatiku, sepertinya saran yang bagus. Akhir kata, check out, paket datang, dan baru kubuka di pagi ini. Nah ketika sedang membentuk formasi struktur (halah), kardus kertas yang biasa kupakai buat dudukan laptop langsung kusingkirkan dan niat kupensiunkan. Diotak atiklah engsel dari meja laptop yang dibeli. Laptop juga kutaruh di atas papan alumuniumnya. Tapi pas niatnya mau nulis sesuatu yang masih belum tahu topiknya mau tentang apa, kayak ada kerasa yang kurang. Nggak kerasa mantep pokoknya. Kalau kusenggol dan sedikit kudorong-dorong menyamping, dudukannya terasa gleyot gleyot (bahasa opo iki gleyot gleyot). Njuk kulipat lagilah meja hitam itu, dan kuambil lagi kardus kertas yang tadi niatnya gantung sepatu (kalau pemain bola, kalau kardus apa ya? Gantung karton?).

Itu saja ceritanya. Mana pilihannya?

Ya pilihannya ada pada aku memilih membeli karena berpikir yang akan kubeli akan lebih baik dari yang kugunakan sekarang. Ya secara 135 ribu dibandingkan dengan kardus yang kubeli di tempat fotokopian (tapi seringnya dikasih gratis, ehe). Kupikir kardus akan kupensiunkan, eh ternyata justru barang yang baru dibeli malah pensiun duluan.

Nyesel belinya? Enggak. Karena kalau tidak beli meja itu, nggak bakal nyadar kalau yang sudah kita punya, ternyata sudah cocok dan terbaik menurut kita (tidak harus terbaik juga untuk orang lain) meskipun barang tersebut tampak akward or ugly to someone eyes. Pilihan paling baik ternyata bukan tentang harga, tentang material, atau tentang apapun. Tapi sederhana hanya tentang kenyamanan.

Box kardus kertas A4 atau F4 selama ini membuatku nyaman. Tingginya pas, kokoh nggak goyah. Buka tutup box nya, dan bisa menyimpan banyak barang di dalamnya (mostly kuisi dengan buku sih).

Ini tulisan kayak gini aja kok dibahas sih? Nggak tahu, pokoknya bingung mau nulis apa di jam segini dan yang sedang kepikiran hanya tentang ini. Udah gitu, jujur saja, nulis ini terasa terbata-bata dan tidak selancar saat nulis tulisan-tulisan sebelumnya.

Intinya sih ya, kalau mau ditarik inti dan diakhiri semacam quote atau kata mutiara, atau apapunlah biar tulisan ini terkesan ada faedahnya.

Bisa jadi yang menjadi pilihan terbaik, adalah sesuatu yang sudah kita punya sekarang.

Bentar lagi subuh, aku pamit ya. Salam.

 

 

 

 

  

0 komentar:

Posting Komentar