Jumat, 22 April 2016

Malam itu - Haflah


22 April 2016

                Malam itu, aku tetap datang terlambat meskipun sudah kupacu santai kuda hitam yang kukendarai. Di jalanan aku memang tidak mau terburu-buru dalam hal apapun, kecuali untuk satu hal dan kurasa kau tidak perlu tahu satu hal itu.

                Beberapa baris anak laki-laki sudah duduk berantakan di aula, beberapa perempuan pun tampak bersender di seberang aula yang lain. Mereka tengah duduk menyimak barang satu dua patah kata yang berkepentingan di depan. Senangnya berkumpul seperti ini itu juga karena tampak serius namun diiringi dengan tawa-tawa lepas yang nadanya seperti tak tertahankan. Ya begitulah, andai sebuah kata dari tulisan ini bernada, kau pasti akan ikut tertawa juga. Tapi sayangnya tidak bernada, jadi cukup kusimpan tawa itu untuk diriku sendiri saja.

                Tawa yang membuat badan lemas, dan tentu juga lapar.

                “Kamu PJ naskah ya…”
                “Eh???” aku sempat hendak menolak. Tapi entah kenapa tidak punya ‘alasan’. Mereka berpikir orang yang bisa menulis cerpen, pasti bisa menulis naskah pentas. Nyatanya aku tidak, aku merasa kesulitan.

                “Kok jadi aku si? Duhhh. Kamu si tadi ngompor-ngomporin di awal-awal. Mulai nyebut-nyebut nama.”
                “Hehe,” yang ditanya kini justru menyungging senyum dan menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

                “Coba kalau nulis cerpen, aku bisa. Lah ini buat naskah pentas, jujur aku tidak bisa. Kenapa nggak cerpen aja si?”

“Jika Kau hanya melakukan apa yang kau bisa, kau takkan menjadi lebih dari kau yang sekarang.”





0 komentar:

Posting Komentar