Di suatu suatu sore yang cerah, ditemani siluet
mentari dengan warna kemerah-merahan. Ihrom memutuskan untuk berjalan-jalan menusuri
pantai impian yang berjarak kurang lebih 20km dari tempat tinggalnya.
Sebenarnya kedatangan Ihrom hari itu bukanlah
suatu perkara yang begitu penting memang. Ia berusaha ‘menghabisi’ waktu untuk
menunggu berbuka dengan sedikit menikmati indahnya pantai yang telah lama
terlupa akibat jeratan pekerjaan yang tidak kunjung memiliki waktu jeda. Yap,
sebuah perjalanan dimana orang-orang sekarang lebih enak menyebutnya dengan
sebutan ‘ngabuburit’. Tak tahu dari bibir siapa kata itu pertama kali terucap.
Yang jelas kata itu akan selalu menjadi trend di kala bulan puasa penuh suka
cinta mampir dalam hari-hari dunia.
Kicauan burung camar yang saling bersaut-sautan
dan juga deburan ombak yang gulungannya saling susul menyusul bak seorang anak
kecil yang mengejar kawan ‘jahat’ yang tega menjahilinya. Membuat Ihrom
terbenam dalam perasaan takjub hingga ia melupakan apa yang dari tadi
mengganggu dan berdendang merdu dalam perutnya. Rasa Lapar
Langkah demi langkah ia gerakan di tepian pantai. Sebuah kilatan cahaya sedikit
menusuk pandangannya. Semakin ia dekati, maka semain tajam tikuman dari kilau
itu. Dibuka dan disingkirkan batu batu kerikil yang menghalanginya. Sebuah Permata. Permata seukuran
kelereng tergeletak persis di hadapannya.
Spontan saja si Ihrom kegirangan bukan main.
Mana ada orang yang tidak ada angin tidak ada hujan tiba tiba menemukan
permata? Bagaikan jalan-jalan menemukan durian runtuh secara tiba tiba. Dan
yang ditemukan jauh lebih berharga dari pada satu keranjang penuh durian.
Pemuda tanggung ini memiliki kenalan yang senang
mengoleksi permata. Mavia namanya. Nama yang aneh memang, seaneh hobinya pula.
Tanpa pikir panjang si Ihrom membawanya ke rumah Mavia yang kebetulan lokasi
nya tidak jauh dari tempat kejadian
perkara.
Tawar menawar antara Ihrom dan Mavia berjalan
alot. Bagaimana tidak, barang yang mereka perjual belikan seharga miliaran
rupiah. Kedua pihak tentu tidak ingin merasa dirugikan. Hingga akhirnya
penawaran terhenti pada angka 9 milyar. Ihrom menyetujuinya.
Uang sudah di tangan, Ihrom pulang dengan
perasaan girang bukan kepalang. Tak pernah menyangka bahwa ia akan mendapat
rejeki nomplok sebanyak 9 milyar. Bahkan memimpikannya pun Ihrom mungkin tidak
pernah.
Dalam perjalanan pulang, dalam hati yang
berbunga-bunga, melewati jalanan kota yang bising akan suara kendaraan.
Tiba-tiba secarik koran terbang dan menempel di mukanya. Persis seperti di
film-film drama.
Ada gambar permata sama persis yang ia temukan tadi. Baik
ukurannya, maupun kilaunya. Atau bahkan mungkin memang permata tadi yang
dimaksud dalam isi koran.
DICARI, PERMATA SEPERTI GAMBAR. BARANG SIAPA
YANG MENEMUKAN, MAKA KAMI AKAN MEMBELINYA SEHARGA 10 MILYAR.
“Sial, aku rugi satu milyar.” desah Ihrom dalam
hati yang kesal. Kesenangan tadi
sempurna sudah tergantikan perasaan kesal karena ‘kerugian’ yang ia terima.
*Yogyakarta, 2013. Cerita pertama kali banget
yang pernah ditulis.
*Buku Hijau
0 komentar:
Posting Komentar