Selasa, 26 April 2016

Jujur Saja Aku Kecewa


26 April 2016

                Jujur saja aku sering kali merasa kecewa. Satu hal karena kadang berekspektasi terlalu tinggi, satu hal lain karena orang-orang tidak menyampaikan apa yang saya harapkan. Dan satu hal lain lagi karena suaraku tidak pernah keluar sampai ke telinga orang. Atau bahasa gamblangnya aku tidak didengar.

                Malam itu penyampaian suatu ide tentang sebuah pementasan. Ya, pementasan yang akan disajikan untuk banyak orang. Minimal 250 yang akan menonton pertunjukan atas nama asrama Jogja.

                Sebenarnya ini berawal dari ketidakmampuanku untuk menyampaikan sesuatu yang ada di otak melalui suara. Seolah menjadi buntu saja ketika ditanyakan apa idemu dalam waktu sekejap.

                Seusai rapat tadi aku terus memikirkannya, naskah seperti apa yang bisa menjadi penyambung scene-scene yang telah dibuat. Kata mereka di rapat tadi, belum ada benang merah atau alur dari drama yang hendak dipentaskan. Jadilah aku memikirkannya berulang kali dan rasa-rasanya ketika ada celah untuk membuat cerita, aku jadi bersemangat meskipun tanpa diminta.

                Tapi itu masalahnya, bersemangat atas sesuatu hal yang bahkan dilirik orang saja tidak itu rasanya menyakitkan. Aku sudah menuliskannya, merasa berkorban untuk menghabiskan beberapa jam untuk mewujudkannya dalam sebuah tulisan di atas kertas putih. (Aku tahu rasa merasa berkorban itu salah – tapi aku tetap saja merasa. Dan memang untuk nulis cerita bahkan terkadang tak kurang dari 5jam hanya untuk menyelesaikannya. Aku bersemangat, tapi tidak memperhitungkan sesudahnya bahwa akan ada rasa kecewa di dada.

                Ya aku sering kecewa, bahkan jika aku menuliskan cerita untuk seseorang dan dia membacanya saja tidak barang cuma 5menit saja (bandingkan dengan waktu yang dihabiskan untuk menulisnya).

                Aku pernah bilang kebahagiaan seorang penulis adalah ketika tulisannya dibaca orang, namun itu justru menjadi senjata makan tuannya. Kebahagiaan penulis adalah ketika tulisannya dibaca, dan kekecewaan penulis adalah ketika ia sudah menuliskan untuk seseorang dan tidak dibaca sama sekali.

                Ini hanyalah masalahku, maka tak mungkin juga aku menceritakan seperti ini di grup, bercerita kepada seseorang, makanya aku memilih menuliskannya di sini, di rumah tulisanku.

            
                Aku tak ingin menulis untuk seseorang lagi.

                Kau tak akan bertemu dengan irkham maulana yang baik hati, karena entah sejak kapan dia sudah mati. Mungkin sejak malam ini.

                

1 komentar: