Sabtu, 30 April 2016

Salahkah Aku Bermimpi


23 April 2016

                Di sebuah keluarga  yang kurang mampu, Dila selalu bersabar atas semua mimpi yang ia simpan sejak umur 5 tahun hingga sekarang. Berkali-kali dia mencoba agar Bapak dan Ibunya mau untuk memenuhi semua yang ia inginkan. Ia hanya ingin menempuh jenjang pendidikan. Menangis, ia hanya bisa menangis mendengar nasihat dari bapak-ibunya. Sebenarnya Dila itu pandai hanya saja keadaan yang membuatnya harus berhenti belajar.

                Sore itu Dila berdiri menatap halaman belakang rumah dari jendela. Ia melamun dan membayangkan ika ia bisa bersekolah. Jika aku bisa menjadi menjadi… Sulit rasanya Dila mengarakan apa yang ia cita-citakan. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan semua kesulitan dalam kehidupannya.

                “Dila . . . Dila!” Suara ibu memecah lamunan Dila. Segera ia bangkit menuju tempat dimana Ibu berada.

                “Ada apa, Bu?” kata Dila.

                Sekarang kamu bisa sekolah. Tapi . . . kamu harus tinggal di pesantren yang jaraknya jauh dari sini.” kata Bapak.

                Brukk!! Dila jatuh di kursi kayu yang sudah reot.

                “Kenapa saat impianku akan tercapai aku harus berpisah dengan keluarga? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana pula nasibku di sana?” tentunya Dila menyembunyikan semua pertanyaan itu.

                “Bapak dan Ibu sudah setuju kalau Dila sekolah di sana dalam waktu yang lama. Dila harus terus belajar, makanya Dila harus bisa membanggakan kedua orang tuamu. Dila jangan menyerah ya… Ibu sudah sangat kasihan kepadamu, tiap pagi hanya bisa menatap temanmu memakai seragam dan membawa tas. Nah, saat inilah waktu yang bisa kamu manfaatkan untuk mencari ilmu walaupun sulit.” Nasihat ibu kepada Dila. Dila pun meneteskan air matanya. Ia tak tahan melihat ibu dan bapaknya menangis hanya demi rasa kasih sayang seorang Bapak dan Ibu untuk dirinya.

                “Semua transportasi, buku, tas dan yang lainnya sudah dipersiapkan. Sana sekarang kamu mandi setelah itu bersiap-siaplah. Jangan nangis terus.” Ibu pun bangkit menuju dapur.

                Setelah mandi Dila pun menyiapkan perlengkapannya. Setelah pukul delapan ia sudah selesai menyiapkan semuanya. Ia pun segera pergi tidur.

                Pagi pun sudah tiba. Saatnya ia harus pergi menempuh kehidupan baru.

                “Nak, kalau di sana angan nakal. Kalau Ustadz menyuruh kamu jangan mengelak ya.” Kata Bapak.

                Dalam hati ia berjanji akan selalu mematuhi semua nasihat-nasihat Bapak-Ibu. Aku pasti bisa menjadi apa yang aku impikan.


23  April 2016
*Penulis : Rahma Sabilul Huda, Kelas 2 SMP (dalam Training Semangat Menulis)




0 komentar:

Posting Komentar