Pada
zaman dahulu, di tanah dekat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada konon
berdirilah sebuah kerjaan kecil yang makmur sentosa. Baik dari sisi ekonomi,
budaya maupun teknologi. Kerajaan tersebut bersama kerajaan Madu. Pada masa itu
Madu merupakan barang yang istimewa, karena selain rasanya manis ia juga bisa
dijadikan obat berbagai penyakit. Maka dinamai itupulalah kerajaan ini.
Sama-sama berharga dan istimewa.
Daerah
kekuasaan yang tidak begitu luas membuat urusan raja menjadi lebih mudah untuk
mengatur dan mengoyami rakyat. Hingga pada suatu haru, kerajaan kerabat bernama
Sadawa dilanda wabah penyakit yang hanya mampu disembuhkan dengan air madu.
Jalinan
persaudaraan antara kerajaan Madu dan Sadawa sudah berlangsung lama. Sang Raja
berinisiatif untuk membantu kerajaan tetangga. Semua rakyatnya diminta untuk
menyumbangkan madu yang mereka punya sebanyak 1 gelas dan dikumpulkan ke dalam
sebuah kuali besar tertutup yang mampu menampung seluruh madu tersebut.
Teknologi
yang mereka pakai untuk mengumpulkan madu cukup unik. Setiap rumah telah
memiliki sebuah pipa, terhubung antara satu pipa ke pipa yang lain dan bermuara
ke kuali pengumpulan. Dengan teknologi ini rakyat tidak perlu bersusah payah
menuju tempat kuali utama berada. Cukup tuangkan segelas madu dan dengan
sendirinya akan mengalir ke tempat tujuan.
“Bagaimana
kalau aku ganti madu ini dengan air putih saja ya, Toh tidak ada yang tahu dan tidak apalah kalau
aku memberi air di kala yang lain memberi madu. Tida begitu jelas nampak
bedanya.” Gumam Ihrom di depan pipa penuangan.
Hari
penyerangan sumbangan pun tiba. Sebelum diserahkan kepada Raja Sadawa, sang
Raja naik ke atas kuali menggunakan tangga untuk melihat seberapa banyak madu
yang telah dikumpulkan.
Wajah
Sang Raja tampak merah padam, ia
menunduk dan menggeleng-gelengkan kepala ketika ia berjalan turun. Mengambil
palu dan kemudian memecahkan kuali tersebut.
Semua
yang keluar dari dalam kuali hanya air putih. Tidak ada setetespun madu yang
ada di dalamnya.
***
Ternyata
yang berpikiran seperti Ihrom tidak hanya dirinya seorang. Seluruh Rakyat Madu
juga berpikiran sama. Sehingga yang terkumpul bukanlah kuali penu dengan madu,
melainkan kuali berisi air putih. Karena tiap-tiap rakyat menungkan segelas air
putih-bukan segelas madu. Bahkan setetes pun tidak
***
Siapa kah yang disebut sebagai manusia setetes madu?
Mereka yang tetap berbuat baik dan terus berusaha memberi
kebaikan tanpa peduli apakah orang lain melakukannya atau tidak. Dia yang
menyegerakan untuk membantu sesama.
0 komentar:
Posting Komentar