Semut-semut merayap di batang rambutan, Berbaris rapi
menuju ke arahku. Nampaknya mereka bersekongkol untuk ‘menghabisi’ diriku
yang tengah naik ke atas pohon untuk memetik rambutan dengan tongkat dua meter.
“Ibu apa-apaan si? Masak Rohim diminta Ibu memetik
rambutan penuh dengan semut gini. Mana tadi wafer delfi yang kubeli sepulang
sekolah dilahap habis oleh wawan. Dan ibu bilang apa? oh ya, kamu kan sudah
besar, mbok ya ngalah.” gerutu ku sebal sambil menginjakan dahan yang telah
melengkung karena menahan beban berat tubuhku.
“Aduh” Aku mengusapkan jidat kepala yang telah memerah
karena digigit semut. Belum selesai rasa sakit akibat gigitan itu hilang,
seluruh tangan, dan punggungku telah di’kerubungi semut. Mereka nampaknya
berpesta ria ‘gemas’ dengan kulitku.
Tak ayal, semua tubuhku penuh dengan bentol merah.
“Ibu, Kak Rohim kena cacar!” teriak wawan adikku dengan
ekspresi ketakutan. Cacar memang sempat mewabah di lingkungan kami, dan wawan
mendapat pelajaran dari bu guru bahwa jangan dekat dekat orang cacar, nanti
bisa ketularan.
Aku justru iseng berlari-lari mengejar wawan, mencoba
memeluk dan menempelkan pipi penuh bintik merah ke pipi gembilnya. Yang dikejar
justru spontan mendobrak pintu kamar sembari menutup mata dengan bantal.
“Akhirnya aku bisa balas dendam!” aku terkekeh
kekeh.
*Wafer, Tongkat dan Cacar
*Wafer, Tongkat dan Cacar
0 komentar:
Posting Komentar