Minggu, 17 Mei 2015

Badminton di Malam Hari (Cuma Sedikit)

Harusnya aku tidur tadi, tidak kurang 5 jam duduk di atas soul GT untuk kembali ke asrama membuat badan agak kecapean. Tapi dengar ajakan untuk badminton. Mana bisa kumenolak?

Apa aku akan bercerita bagaimana hebatnya Adi dalam memukul cock? Tidak. Itu sudah biasa, semua orang sudah tahu itu. Hebatnya diriku?  Aku masih belajar, bahkan untuk sekedar menimpuk kumpulan bulu itu aja sering gagal. -_-

Hari ini, ingin bercerita tentang seseorang. Dia tidak begitu pandai bermain badminton. Setidaknya begitulah yang terlihat. Namun, aku sempat tercengang karena dia menantang si jagoan badminton untuk bertanding single. Maka rasa antusias dan penasaranku mendorong untuk duduk di kursi tinggi wasit. Ikut mengawasi jalannya pertandingan.

Dia kewalahan dibuatnya. Melangkah ke depan, samping, belakang. Segala penjuru lapangan dia datangi demi membalikkan cock ke daerah lawan. Padahal, di sisi net yang lain, si jago santai saja menanggapinya. Game ditutup dengan 21 vs 5.

Aku pikir dia akan menyudahi pertandingan. Enggan untuk melanjutkan ke game kedua lantaran kalah telak dengan lawannya. Ternyata aku salah, benar-benar salah. Dia justru santai dan semangat bilang bahwa “aku telah berkembang kan mas dari kemarin?”

Padahal kalau itu aku, seringnya aku akan meletakkan raket di bangku tunggu. Bilang “capek” sebagai alasan yang masuk akal.

Game kedua ditutup dengan 21 vs 7.

Menyerah itu pekerjaan mudah. Dan itu yang dilakukan kebanyakan orang. Berhasil itu biasa. Tapi berjuang dari kekalahan dan menyadari bahwa itu sebagai proses berkembang adalah suatu hal yang spesial.”

“Berhenti berusaha itu mudah. Dan jawabannya hanya perlu “sedikit”. Sedikit lebih lama  belajar, sedikit lebih cepat berlari, sedikit lebih giat berlatih dan sedikit lebih bersabar.”

“Cuma perlu sedikit.”

Yogyakarta, 17 Mei 2015


Sisa-sisa keringat sudah tiada terkena hembusan kipas level 3

0 komentar:

Posting Komentar