Layar televisi masih menyala di ruang tengah,
menampilkan tontonan kartun-kartun jaman dahulu. Cerita yang sama ketika aku
masih kanak-kanak, tentang persahabatan, perjuangan berlari dengan
mobil-mobilan, dan banyak kartun lain yang kukira jauh lebih layak untuk
ditonton keluarga daripada balap-balapan motor di jalan atau cinta-cintaan. Merasa
beruntung karena kartun itu masih ditayangkan kembali meskipun di channel
televisi tidak terkenal.
Gadis
kecil itu sedang tengkurap menghapap kertas lebar. Ia daritadi hanya menggigit
pensil dan menggores-goreskannya dengan menggoyangkan kepala, membuat
ponytailnya ikut bergoyang. Ritual itu ia lakukan kala jeda iklan.
“Kak
Rehan…”
Laptop
yang sedari tadi di pangkuan aku tutup rapat, kugeser tempatku duduk di sebelah
Lana. Tampak jelas bahwa adikku yang satu ini sedang bingung akan sesuatu.
Buktinya goresan di atas kertas putih itu begitu tidak beraturan. Mau dibilang
bola, tapi memiliki sudut, rumah? sangat tidak berbentuk rumah.
“Gimana
Lana? kau dari tadi ngapain gigit pensil gitu.”
Lana
juga beranjak dari posisi tengkurap, menyilakan kaki dan menghadap kakaknya
dengan tangan tertahan di kedua lututnya. Ia goyangkan ke depan dan ke belakang
mirip ayunan.
“Huh..”
“Kak,
cita-cita itu apa si kak?”
“Kok
tiba-tiba Lana tanya begitu?”
“Iya,
ibu guru di sekolah ngasih tugas buat menggambar cita-cita kak. Cita-cita
polisi, pilot, gitu ya kak?”
“Tidak
salah, tapi tidak semua cita-cita itu polisi dan pilot. Pokoknya kayak lana mau
menjadi apa, melakukan apa kalau Lana besar nanti.”
“Hmm….”
Lana hanya manggut-manggut, jempol dan telunjuk ia sandarkan ke dagunya. Sedang
perut ia lingkarkan dengan tangan kirinya.
“Jadi
apa cita-citamu?”
Lana
hanya diam saja, ia kemudian kembali ke posisi tengkurap. Mengambil pensil dan
kuas. Ia sekarang sibuk menggambar.
“Lana,
kakak ke luar dulu sebentar ya.”
Lana
membalas dengan anggukan mantap.
***
Gadis itu telah tertidur pulas di
atas kertas ketika ku pulang. Tangannya masih menggengam pensil warna, pipinya
bersandar di atas tangan yang disilangkan.
“Yuk
pindah kamar, di sini dingin.” Kuangkat Lana untuk kupindahkan ke kamarnya.
Selembar kertas ikut menempel di pipinya. aku mengambilnya. Tertuliskan sesuatu
yang adiknya cita-citakan di sana.
“Aku
akan membuat dunia yang lebih baik dengan mengajak kawan-kawan untuk tidak
takut melakukan kesalahan baru tiap harinya. Terutama kakak saya.”
0 komentar:
Posting Komentar