Aku sering mendengar diksi seperti ini.
“Jikalau kau bisa kembali memutar waktu dan
menyampaikan sesuatu kepada dirimu di masa lalu, apa yang ingin kau sampaikan?”
Kalimatnya terdengar indah, kayak ada manis-manisnya
gitu. Menyampaikan sesuatu kepada diriku di masa lalu. Siapa yang tidak ingin?
Jikalau memang benar-benar bisa, aku menduga apa yang ingin kusampaikan adalah
jangan lakukan ini itu, dan lakukan ini itu, jadilah berani, atau ambillah
kesempatan yang ini, dan tinggalkan kebiasaan itu. Pesan-pesan yang seolah jika
kita melakukan sesuatu yang berbeda di masa lalu, hidup kita.
Sederhananya kalau satu paragraf barusan bisa
dirangkum dengan satu kalimat, akan jadi seperti ini.
“Andai saja aku yang dulu. . .”
Kalimat yang terdengar merdu, tapi berbahaya sekali. Katanya
kalimat ini bisa datang dari setan.
Bahasan yang terlalu serius, sampai kugosok-gosok
keningku dengan tangan kiriku karena agak terasa pusing, hiks hiks.
Tapi selalu ada kabar baik, kan?
Iya kabar baiknya kali ini, masa lalu memang tidak
bisa kita apa-apakan lagi karena ia telah berlalu. Yang kita bisa lakukan hanya
mengambil pelajaran darinya. Kita memang tidak bisa menasehati masa lalu, tapi
justru hal luar biasanya kita malah sangat bisa menasehati masa depan.
Kita sering melihat seseorang memposting apa yang
diingatkan oleh sosial media seperti foto di masa lalu atau kita sendiri lah
yang diingatkan. Kita jadi ingat momen kapan foto itu diambil, tetiba terlintas
suasana dan cerita-cerita yang seolah tertuliskan di hasil jepretan dan hanya
kita sendiri yang bisa membacanya. Kita seakan merasakan kembali dan hadir
terbayang di masa-masa itu. Kita tahu persis dan paling mengerti apa saja yang
tidak dimengerti oleh orang biasa saat melihatnya.
Meskipun, sekarang orang lebih suka memposting melalui
story ketimbang di feed. Sejauh yang kulihat sih seperti
itu.
Tapi menasehati masa depan itu konsepnya sama.
Sekarang di detik ini, entah kenapa aku baru tersadar dan sekarang sedang
melakukannya. Iya, menulis di halaman ini, dan tulisan tulisan setelah ini
selain menjadi tempat menata pikiran, ia ternyata bisa menjadi tempat
menasehati masa depan.
Saat diriku di masa depan membaca tulisan-tulisanku
kelak, dia bisa tahu apa yang sedang kupikirkan saat ini. Dia juga akan tahu
kenapa aku yang saat ini menuliskannya. Dia akan sangat mengerti kenapa tulisan
itu dibuat. Menulis pengalaman dan pikiran saat ini, bisa jadi akan membantu
diriku yang berada di masa depan. Aku pernah mengalami masalah seperti ini,
masalah seperti itu, meskipun tentunya kubalut dengan kamuflase agar hanya
diriku saja yang tahu isi yang sebenarnya.
Ingatan diriku yang saat ini terasa terbatas, apalagi
ingatanku diriku yang berada di masa depan. Aku yang sekarang membayangkan
bahwa diriku di masa depan akan mengalami pengalaman yang lebih banyak, bisa
jadi lebih menguras pikiran daripada yang sekarang. Perkara ingatan ini memang
ya, sesuatu sekali. Aku bahkan tidak bisa ingat seminggu yang lalu makan dengan
lauk apa ketika makan siang. Terus aku berharap hanya mengandalkan ingatan
untuk menangkap seluruh kejadian-kejadian dan pelajarannya?
Aku sedikit merasa lega, karena ternyata ada yang bisa
diriku yang sekarang lakukan untuk sedikit membantu diriku di masa depan. Ya
sejatinya seluruh tulisanku yang kubuat, entah itu kata mutiara, atau review
kartun, atau apapun itu, sejatinya kutujukkan ke seseorang. Yang mana seseorang
itu adalah diriku sendiri. Menuliskannya, terasa sedang seperti sedang
berdialog. Menceritakannya, kadang benar-benar seperti merasa nafas menjadi
agak tenang, pikiran cemas menjadi berkurang.
Aku sih yakin, setiap orang bisa menemukan caranya
masing-masing untuk menasehati masa depan. Kalau aku lewat tulisan, bisa jadi
kau lewat lukisan, jepretan, lantunan, atau pun menitipkannya ke teman-teman.
Gimana cara menitipkannya? Ya ketika kalian saling bercerita dan mengobrol
sambil tertawa bersama, kupikir itu juga adalah caranya. Temanmu di masa depan
bisa membantu mengingatkan dirimu yang di masa depan.
Coba tebak, berapa kata masa depan yang sudah terketik
di sini? Aku saja tidak tahu persis jumlahnya berapa. Tapi kayaknya sudah
terlalu banyak, hiks hiks.
Sok-sokan sekali ya aku berbicara banyak tentang masa
depan, padahal barangkali saja, eh
tiba-tiba mati, maut menjemput duluan.
Semoga Allah memberkahi umur panjang dan kebaikan-kebaikan
di umur tersebut.
Kutipannya adalah Manusia
lebih berusaha untuk hidup saat mati ketimbang saat masih hidup. Maka
hargailah kehidupan saat masih hidup.