“Beneran nggak mau berlama lagi di Jogja?”
“Besok puasa si, Kham. Lain waktu
aja ya, nanti temenin lagi, hehe.”
“Siap, Jenderal.”
“Kham,
Kita sudah pesan travel tadi. Yang jam lima sore sudah penuh semua, ini ada jam
7an malam, pun travel limpahan.”
“Ambil aja, Pak. Kayaknya karena
memang hari minggu juga si ya, jadi banyak yang pulang naik travel ke
pekalongan.”
“Bisa jadi si,”
“Eh, Pak. Kalau besok jadi hari
pertama puasa, berarti malam ini traweh kan?”
Adegan
ditutup dengan kita sama-sama menunggu travel yang tak kunjung datang. Baik Pak
Rofik, Rusydan dan diriku (ya kali aku tinggal mereka traweh di masjid
sedangkan mereka sendirian di asrama) memutuskan untuk traweh selepas pulang.
“Pak,
aku tak ke traweh di kamar sebelah ya. Nanti kabarin saja.”
“Oke, Kham.”
Traweh dua puluh tiga rokaat pun
berjalan
“Sopirnya
sudah datang, kami pamit ya.”
***
Entah kali ini aku hendak
menyampaikan apa. Yang jelas, jujur saja aku lebih rindu malam ramadhan di
kampungku daripada di sini. Ada alasannya dan mungkin akan kuceritakan lain
waktu bila sempat.
0 komentar:
Posting Komentar