Aku benar-benar tak menyangka. Malam
ini dipertemukan dengan seorang kawan lama. Kawan SD, kawan Madrasah Diniyah,
dan kawan sepermainan ketika kita masih disebut bocil oleh orang-orang dewasa.
Ketika petak umpet dan kelereng adalah permainan yang begitu menyenangkan.
Ketika ejek-ejekan dan jodoh-jodohan
menjadi bumbu dalam kebersamaan yang patut di kenang. Berangkat berlima selepas
maghrib, menempuh jarak 300an meter untuk ngaji. Dan malam ini dipertemukan
dengan salah satu dari mereka. Abdul Haq namanya.
Ingat sekali dalam ingatan bahwa
temanku yang satu ini memiliki suatu hal yang spesial. Suaranya kami sama sama “bindeng”
lantaran suka sekali mengkonsumsi sambal. Kita saling mentertawakan satu sama
lain. Aku tamat TPQ, dia tidak. Dia tamat Madin namun aku justru menyerah.
Tidak lagi berangkat sore hari karena merasa hanya laki-laki sendirian saat
itu.
Hobinya yang suka sambal membuat
nafas yang ia punya tidak terlalu panjang. Dan memang dia selalu belajar,
berusaha keras, dan belajar lebih banyak dari yang “bisa” aku lakukan.
Pertemuan dimana ia jadi imam tarawih dalam musholla. Aku bersyukur dan
berdecak kagum malam ini.
Aku punya teman bernama Abdul Haq,
seorang santri pondok di indramayu dan aku bangga padanya.
Bangga dengan semangat belajarnya.
0 komentar:
Posting Komentar