Mobil
telah terparkir di halaman depan rumah berwarna orange. Dari balik pintu turun
rombongan keluarga dari daerah Comal. Turun pertama kali gadis kecil berkepang
dua. Menarik-narik kakak laki-lakinya untuk segera keluar.
Menjadi sebuah tradisi tahunan bahwa
keluarga Lana dan Rehan akan berkunjung ke sanak saudara. Silaturahim sekaligus
meminta maaf atas segala kesalahan. Lana sangat menyukai acara seperti ini,
untuk pertama karena beberapa lembar angpau untuk jajan, dan yang utama karena
bisa mendengar cerita-cerita dari paman, bibi dan sepupu-sepupunya. Kunjungan
pagi ini, ia berharap mendapatkan cerita dari seorang atlet lari sekaligus adik
dari ayahnya. Om Taufik namanya.
“Wah Om, pialanya banyak sekali.”
“Ju-a-ra nasional, juara kecamatan,
duh sampai lana nggak bisa ngitung berapa tulisan juaranya Om. Kok bisa si Om?
Lana ingin tahu boleh?”
“Ingin tahu kok minta izin?”
“Eh maksud Lana, Lana boleh tahu
rahasianya Om?”
“Rahasia? Ehm, Om lari kalau marah”
“Eh maksud Om?”
“Kalau Om sedang marah, Om langsung
lari-lari kencang muterin taman kota. Entar kan Om jadi nggak marah lagi karena
tenaga om sudah habis buat lari. Dan lama kelamaan lari Om jadi tambah
kenceng.”
“Wah, Om. Lana baru denger yang
ginian.”
“Kalau Lana pas marah ngapain?”
“Nimpukin Kak Rehan pakai bantal Om
Taufik.” Jawab Lana dengan bangga, bahkan gayanya bak melebihi mendapat juara
emas di tingkat nasional.
Sebuah bantal melayang ke arah gadis
kecil berkepang dua tersebut. Tepat sasaran namun tetap lembut mengenai dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar