Apanya yang salah dengan diriku. Aku
memang membentak dia, memarahi teman sepermainanku karena dia telah merusakkan
boneka kesayanganku. Membuat tangannya putus dari badannya. Aku telah
memintanya dengan baik-baik, namun dia tetap ngotot untuk menahannya, bahkan
ingin membawanya pulang. Wajar kan kalau aku marah karenanya?
Aku masih anak-anak, dan tiba-tiba
ada temanku berkunjung ke rumah bersama ibunya untuk kemudian mau membawa
mainanku pulang. Mengakuisisi boneka milikku. Dan lihatlah sekarang, meski kami
berdua berada di sekolah yang sama. Di kelas yang sama, kami tidak saling
bertegur sapa. Ketika saling berpapasan, kami seolah tidak saling kenal satu
sama lain. Menghindar dari sebuah pertemuan-pertemuan yang tak
“penting-penting” banget.
Dan Lana datang, anak kecil
perempuan berkepang dua membujukku untuk meminta maaf. Tapi kenapa pula aku
harus minta maaf? Toh dengan maaf, bonekaku tetap saja rusak. Hanya maaf tidak
bisa mengubah masa lalu bukan?
Dia hanya menjawab, sesuatu pasti
akan terjadi. Lagi pula katanya tak ada ruginya juga kalau aku meminta maaf
pada temanku itu.
Aku mendatanginya, dan aku meminta
maaf kepadanya.
***
Kami menjadi semakin akrab seolah
mengenal lebih baik tabiat satu sama lain. Bahkan aku merasa bahwa temanku yang
dulu merusakkan mainanku sudah seperti saudara kandungku. Teman sejatiku.
Sejak aku meminta maaf, hubungan
kami semakin membaik. Temanku itu bercerita bahwa dirinya telah membeli sebuah
boneka yang sama persis dengan yang ia rusakkan dan sejatinya berniat untuk
mengganti punyaku. Namun, karena aku mendiamkan jadi dia merasa tidak enak
untuk menyerahkannya. Jadilah kami saling berprasangka buruk.
Maaf
memang tidak bisa mengubah masa lalu.
Tapi dengannya mampu untuk mengubah masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar