Minggu, 11 Oktober 2015

Pesan Pak Anwar dari Malaysia


            Teringat sebuah pesan, yang mungkin saking bebalnya diriiku harus pula disampaikan di tanah Malaysia. Tak bisa kudapat dengan kesadaran diri dari sebuah renungan. Mungkin saking bengalnya, Allah harus mengirimkan ku ke sebuah kampung baru di Kuala Lumpur, mempertemukan diriku dengan seorang TKI yang bekerja sebagai tukang sol sepatu di dekat masjid.

            Meski sempat terlupa, namun malam ini seolah diingatkan kembali akan pesan beliau. Bibit-bibit ini muncul kembali, bibit berbahaya yang menggerogoti segalanya.

            Sewaktu Nagita kemarin, para Nakula membuat suatu game seharian. Dimana dari 30 orang dibagi menjadi berkelompok-kelompok. Masing-masing kelompok berjumlah 5-6 orang. Tugasnya sederhana, kita harus berjalan ke suatu tempat dan menemui TKI yang bisa kita temui dalam perjalanan tersebut. Bertanya sesuatu hal, mengambil pelajaran dari kisah hidup beliau. Serta memungut kesadaran dari apa yang TKI yang kita temukan nantinya.


            Perjalanan dimulai dari depan KEDUBES RI di Kuala Lumpur (Hari itu hari sabtu, dan Kedubes tutup L sayang sekali, padahal pingin main). Bersama Kholqi, Devlin, Ifdhal, dan Dodik kita dalam satu kelompok. Dibekali 100 ringgit untuk makan dan transportasi kita bersama.

            Dan tujuan pertama adalah ke kampung baru yang kata orang banyak warga Indonesia di sana. Maka kami segerombolan menuju kesana dengan dua kendaraan. GO KL(Sebuah bis berwarna pink yang mengelilingi kawasan-kawasan di kuala lumpur tanpa memungut tarif dari penumpang. Alias Free, benar-benar memanjakan warga masyarakat sehingga mendorong mereka untuk memanfaatkan transportasi publik. Mungkin Indonesia harus mengadopsinya suatu hari nanti) dan LRT (Kereta tak bersopir).

            Dan di tanah itu, sesaat setelah kita selesai menundukan kepala ke lantai, bersujud sholat di waktu dhuhur. Kami bertemu sosok itu, Sosok istimewa bernama Pak Anwar.
           
Beliau bercerita banyak dan memberikan nasehat-nasehat karena merasa peduli dengan kita para generesi muda. (nanti akan kuceritakan di tulisan khusus tentang beliau, kalau sempat :3). Dan merasa tertohok akan pesan terakhirnya.
           
“Kau tahu kejahatan yang tidak memngbawa keuntungan sama sekali di diri pelakunya? Ia adalah KEBENCIAN. BENCI KEPADA ORANG. Kau bisa merasakan sedikit harta jikalau mencuri, kau bisa merasa kaya jikalau korupsi dan tindakan buruk lain yang ia setidaknya memberimu suatu keuntungan. Tapi Benci? Apa ada untungnya untukmu Ndung (panggilan beliau kepada kami)? Tidak ada. Ia hanya memberikan panas di dada. Hanya menyempitkan kelapangan yang harusnya bisa kau rasa setiap saaat. Benci membuatmu pening dan membuang-buang waktumu karena terus memikirkan dirinya yang kau benci.”
           
“Nak, kau tidak boleh membenci siapapun ya”


0 komentar:

Posting Komentar