Teringat
sebuah pesan, yang mungkin saking bebalnya diriiku harus pula disampaikan di
tanah Malaysia. Tak bisa kudapat dengan kesadaran diri dari sebuah renungan. Mungkin
saking bengalnya, Allah harus mengirimkan ku ke sebuah kampung baru di Kuala
Lumpur, mempertemukan diriku dengan seorang TKI yang bekerja sebagai tukang sol
sepatu di dekat masjid.
Meski sempat terlupa, namun malam
ini seolah diingatkan kembali akan pesan beliau. Bibit-bibit ini muncul
kembali, bibit berbahaya yang menggerogoti segalanya.
Sewaktu Nagita kemarin, para Nakula
membuat suatu game seharian. Dimana dari 30 orang dibagi menjadi
berkelompok-kelompok. Masing-masing kelompok berjumlah 5-6 orang. Tugasnya sederhana,
kita harus berjalan ke suatu tempat dan menemui TKI yang bisa kita temui dalam
perjalanan tersebut. Bertanya sesuatu hal, mengambil pelajaran dari kisah hidup
beliau. Serta memungut kesadaran dari apa yang TKI yang kita temukan nantinya.
Perjalanan dimulai dari depan
KEDUBES RI di Kuala Lumpur (Hari itu hari sabtu, dan Kedubes tutup L sayang
sekali, padahal pingin main). Bersama Kholqi, Devlin, Ifdhal, dan Dodik kita
dalam satu kelompok. Dibekali 100 ringgit untuk makan dan transportasi kita
bersama.
Dan tujuan pertama adalah ke kampung
baru yang kata orang banyak warga Indonesia di sana. Maka kami segerombolan
menuju kesana dengan dua kendaraan. GO KL(Sebuah bis berwarna pink yang
mengelilingi kawasan-kawasan di kuala lumpur tanpa memungut tarif dari
penumpang. Alias Free, benar-benar memanjakan warga masyarakat sehingga
mendorong mereka untuk memanfaatkan transportasi publik. Mungkin Indonesia
harus mengadopsinya suatu hari nanti) dan LRT (Kereta tak bersopir).
Dan di tanah itu, sesaat setelah
kita selesai menundukan kepala ke lantai, bersujud sholat di waktu dhuhur. Kami
bertemu sosok itu, Sosok istimewa bernama Pak Anwar.
Beliau
bercerita banyak dan memberikan nasehat-nasehat karena merasa peduli dengan
kita para generesi muda. (nanti akan kuceritakan di tulisan khusus tentang
beliau, kalau sempat :3). Dan merasa tertohok akan pesan terakhirnya.
“Kau tahu kejahatan yang tidak
memngbawa keuntungan sama sekali di diri pelakunya? Ia adalah KEBENCIAN. BENCI
KEPADA ORANG. Kau bisa merasakan sedikit harta jikalau mencuri, kau bisa merasa
kaya jikalau korupsi dan tindakan buruk lain yang ia setidaknya memberimu suatu
keuntungan. Tapi Benci? Apa ada untungnya untukmu Ndung (panggilan beliau
kepada kami)? Tidak ada. Ia hanya memberikan panas di dada. Hanya menyempitkan
kelapangan yang harusnya bisa kau rasa setiap saaat. Benci membuatmu pening dan
membuang-buang waktumu karena terus memikirkan dirinya yang kau benci.”
“Nak, kau tidak boleh membenci
siapapun ya”
0 komentar:
Posting Komentar