Jumat, 16 Juni 2017

Di Kandang Ayam - Jip dan Janeke

                “Mau kemana  kamu?” tanya Jip.
                “Saya harus memberi makan ayam,” jawab Janeke.
                Dia membawa sepiring gabah. Dan beberapa potong jagung.
                “Saya ikut,” kata Jip.
                Mereka pergi bersama-sama ke kandang ayam. Kandang ayam di kebun Janeke.
                Petok, petok, petok suara ayam-ayam terdengar riuh.
                “Ayam-ayam itu sudah melihat piring ini,” kata Janeke. Aym-ayam itu mengepak-ngepakkan sayapnya pada kawat kandang.
                Janeke membuka jendela kandang sedikit dan menyebarkan makanan ke dalam kandang.
                “Saya juga,” kata Jip.
                Dia juga mengambil segenggam penuh untuk disebarkan.
                “Au!” Jip menjerit tiba-tiba.
                Ayam jantan mematuknya. Ayam jantan itu terlalu rakus. Dia melompat tinggi dan mematuk Jip.
                “Ayam nakal!” teriak Jip. “Lihat, dia mendorong ayam-ayam lainnya. Dia mau seenaknya saja. Ayam nakal!”
                Tidak lama kemudian piring itu sudah kosong.
                “Akan bertelurkah mereka sekarang?” tanya Jip.
                “Saya tidak tahu,” kata Janeke.
                “Tidak tahu? Tetapi itu kan ayam-ayam kamu?”
                “Ya,” kata Janeke. “Tetapi mereka akan bertelur di dalam bak itu. Dan mereka bertelur pada malam hari, saya kira.”
                “Ayam jantan itu juga?”
                “Ayam jantan itu tidak,” kata Janeke. “Ayam jantan belum pernah bertelur.”
                Jip menatap ayam jantan itu lama sekali. Dan ayam jantan itu menantang Jip. Dia berdiri membusungkan dada dan berkokok, “Kukuruyuuuuuuk!”
                “Huh,” kata Jip. “Dia terlalu rewel. Dia mau makan paling banyak. Dan dia mendorong yang lain. Dia bertingkah seolah-olah raja. Dia berdiri dengan membusungkan dada dan membuat keributan. Tetapi, untuk bertelur?  Huh, mana bisa?”
                Jip menjulurkan lidahnya pada ayam itu.

                Tetapi, ayam jantan itu tidak menghiraukannya.


- Entah kenapa, cerita sederhana yang kutemukan di buku Jip dan Janeke #2 ini terasa begitu bermakna.

2 komentar:

  1. Apik Kham, sering juga kan melihat perwajahan ayam jantan di manusia hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener dod. bahkan bisa jadi aku ngerasa jadi si ayam jantan itu -_-

      Hapus