Suatu pagi di hari minggu, kau kehabisan tiket kereta
menuju tempat yang bernama Solo. Kau hanya bisa menghibur diri, "Simple.
Itu bukan rejekimu". Meskipun dalam hati kau begitu ingin ke sana.
Pada akhirnya, ketinggalan kereta memberikan beberapa
faedah (ceileh faidah) untuk dirimu menyelamatkan jemuran. Kalau jemuran itu
tidak kering, kau tidak mungkin kan memasukkannya ke dalam koper dan kau
naikkan ke dalam kereta kamis nanti? *sok-sokan positif thinking.
"Mereka ngapain saja ya?"
Sampai pada suatu malam di hari yang sama, seorang
kawanmu memberikan pesan. "Wah sayang sekali, kau tidak datang, padahal
aku inget kau juga melakukan hal yang sama dengan masnya."
"Melakukan apa?"
"Nyetak buku di tempat foto kopian."
Kau benar-benar jadi tertarik dengan topiknya. Kau merasa
karena kau sendiri tidak mendengarnya langsung, ini kesempatanmu untuk bertanya
dengan temanmu itu apa yang ia dengar, lihat dan ia petik dari kunjungannya
tersebut. Dan berakhir pada kesimpulan,
"Harga buku masnya cuman 10 ribu. Dicetak di tempat
fotokopian, tampilannya benar-benar seperti modul."
Kau merasa syok sekaligus kagum. Dan temanmu itu
sempat mengutarakan sesuatu padamu.
"Ternyata memang ya, tidak bisa dipungkiri bahwa penulis
memang membutuhkan pujian dan materi. Agak terlalu abstrak bagi mereka yang
bilang menulis ya menulis saja."
Malam itu, hanya berlalu seperti malam-malam sebelumnya.
Selalu ada cerita tentang sosok-sosok hebat yang
tersembunyi di antara semak belukar. Bintang selalu berada di langit meskipun
kau tidak bisa melihatnya karena tertutup mendungnya awan.
***
"Rasanya kau merasa senang bukan punya seorang kawan
yang gemar bercerita? kau bisa tetap memetik hal yang sama meskipun kau
kehabisan kesempatan untuk memanjat pohonnya. Jaga tuh temanmu." *skiiip
***
Terus di pagi selanjutnya, hal tersebut nampaknya terbawa
sampai ke mimpimu. Kau sudah kepo di blog si penulis tersebut dan kau menemukan
angka bahwa sudah 1086 eksemplar terjual. (tapi lupa blognya ditulis kapan,
semoga sudah ditulis lama jadi itu hasil penjualan lama).
Otakmu entah kenapa merasa otomatis untuk melakukan
perhitungan.
"Kalau satu eksemplar ada kelebihan 3.000 dan yang
sudah terjual 1.000 eksemplar, berarti ada sekitar 3 juta ya? Dan kalau 1.000
eksemplar itu hasil penjualan dari 10 judul buku, berarti rata-rata satu buku
300.000."
"Kasarnya, dia nulis buku seratus halaman hanya
"dibayar" 300.000."
Kau menghitungnya sendiri, dan berakhir dengan
berguling-guling di atas kasur karena merasa "tidak adil".
Merasa tidak adil karena kau sendiri sampai sekarang
hanya masih bisa menulis cerpen dan menulis cerita 7 halaman saja sudah bisa
membuatmu mabok dan kepala pening.
0 komentar:
Posting Komentar