Senin, 06 Maret 2017

Mari Hitung-Hitungan

Suatu pagi di hari minggu, kau kehabisan tiket kereta menuju tempat yang bernama Solo. Kau hanya bisa menghibur diri, "Simple. Itu bukan rejekimu". Meskipun dalam hati kau begitu ingin ke sana.
Pada akhirnya, ketinggalan kereta memberikan beberapa faedah (ceileh faidah) untuk dirimu menyelamatkan jemuran. Kalau jemuran itu tidak kering, kau tidak mungkin kan memasukkannya ke dalam koper dan kau naikkan ke dalam kereta kamis nanti? *sok-sokan positif thinking.
"Mereka ngapain saja ya?"
Sampai pada suatu malam di hari yang sama, seorang kawanmu memberikan pesan. "Wah sayang sekali, kau tidak datang, padahal aku inget kau juga melakukan hal yang sama dengan masnya."
"Melakukan apa?"
"Nyetak buku di tempat foto kopian."
Kau benar-benar jadi tertarik dengan topiknya. Kau merasa karena kau sendiri tidak mendengarnya langsung, ini kesempatanmu untuk bertanya dengan temanmu itu apa yang ia dengar, lihat dan ia petik dari kunjungannya tersebut. Dan berakhir pada kesimpulan,
"Harga buku masnya cuman 10 ribu. Dicetak di tempat fotokopian, tampilannya benar-benar seperti modul."
Kau merasa syok sekaligus kagum. Dan temanmu itu sempat mengutarakan sesuatu padamu.
"Ternyata memang ya, tidak bisa dipungkiri bahwa penulis memang membutuhkan pujian dan materi. Agak terlalu abstrak bagi mereka yang bilang menulis ya menulis saja."
Malam itu, hanya berlalu seperti malam-malam sebelumnya.
Selalu ada cerita tentang sosok-sosok hebat yang tersembunyi di antara semak belukar. Bintang selalu berada di langit meskipun kau tidak bisa melihatnya karena tertutup mendungnya awan.
***
"Rasanya kau merasa senang bukan punya seorang kawan yang gemar bercerita? kau bisa tetap memetik hal yang sama meskipun kau kehabisan kesempatan untuk memanjat pohonnya. Jaga tuh temanmu." *skiiip
***
Terus di pagi selanjutnya, hal tersebut nampaknya terbawa sampai ke mimpimu. Kau sudah kepo di blog si penulis tersebut dan kau menemukan angka bahwa sudah 1086 eksemplar terjual. (tapi lupa blognya ditulis kapan, semoga sudah ditulis lama jadi itu hasil penjualan lama).
Otakmu entah kenapa merasa otomatis untuk melakukan perhitungan.
"Kalau satu eksemplar ada kelebihan 3.000 dan yang sudah terjual 1.000 eksemplar, berarti ada sekitar 3 juta ya? Dan kalau 1.000 eksemplar itu hasil penjualan dari 10 judul buku, berarti rata-rata satu buku 300.000."
"Kasarnya, dia nulis buku seratus halaman hanya "dibayar" 300.000."
Kau menghitungnya sendiri, dan berakhir dengan berguling-guling di atas kasur karena merasa "tidak adil".
Merasa tidak adil karena kau sendiri sampai sekarang hanya masih bisa menulis cerpen dan menulis cerita 7 halaman saja sudah bisa membuatmu mabok dan kepala pening.


Related Posts:

  • Termakan Aku dulu pernah bilang ke seseorang bahwa sesbik apapun kuliah atau kerja, seharusnya tidak menghalanginya untuk menulis, jika ada kemauan... Ta… Read More
  • Pitnah "Pitnah itu ketika kau bilang ddiriku malas menulis. Padahal aku bukannya malas, hanya saja menurutku waktu terbaik untuk menuliskan ide brilian itu … Read More
  • Mony Mony adalah seekor monyet. Ia suka makan apa saja, selama itu bisa digigit, dikunyah dan ditelan. Tentu Mony tidak suka batu, karena ia pernah men… Read More
  • PamitanBukan menghilang, tapi hanya pindah rumah. Bukan berhenti, tapi hanya sejenak menghela nafas. Bukannya bosan, hanya saja sedang mencari teman. Rumah i… Read More
  • Lingkaran Setan Lingkaran Setan Anda merasa cemas ketika harus menghadapi seseorang dalam kehidupan Anda. Kecemasan tersebut membuat Anda tidak berdaya dan mulai… Read More

0 komentar:

Posting Komentar