Kau masih terduduk, berulang kali kau menggerakkan
tangan dan badanmu karena merasa terlalu kaku. Soal tes selama dua jam dengan
materi mekanika dan bahasa inggris itu sempurna membuat tubuhmu merasakan pegal
di sana-sini. Begitupun dengan otakmu.
Kau masih terdudu,
kau pandangi langit di luar gedung sambil mendengarkan ucapan terima kasih
panitia atas berjalan lancarnya tahapan seleksi hari ini. Langit masih menaburi
bumi dengan bulir bulir deras air dengan bunyi keras karena menghantap seng
atap bangunan yang kau tempati.
Perjalananmu
bolak-balik dari Pare-Jogja tidaklah mudah untuk badanmu yang masih sering
terbatuk-batuk. Kau berencana untuk kembali ke Pare secepatnya selepas tes itu
usai. Kau belah rintik hujan dnegan motor hitammu.
"Tenang, travel
malam kemungkinan berangkat jam 11 juga paling seperti semalam." itu yang
kau pikirkan bukan?
Pemikiran itu pula
yang membuatmu mampir dulu untuk mengantarkan pesanan celana. Maklum saja,
perjalanan mondar-mandir dua kota yang berbeda provinsi mampu menguras dompetmu
yang sejatinya memang sudah tipis dari dulu. Hanya ada kwitansi dan nota-nota
yang saling berserakan di sela-selanya. Bagaimanapun juga, kau harus
mendapatkan uang tanpa meminta dari rumahmu. Mendapatkan uang dengan jalan yang
baik.
"Apakah ada
travel yang berangkat ke kediri malam ini?"
"Wah sudah
berangkat! Posisi Anda dimana?"
"Pogung."
"Travelnya sudah
keluar Jogja mas."
Kau mengirim
pesan itu sekitar jam 7. Tak pernah kau pikirkan bahwa bisa saja travel yang
hendak kau tumpangi berangkat lebih cepat.
Kau ketinggalan
travel.
***
"Din, pagi besok
sebelum shubuh kau kosong? Boleh minta tolong aku dibangunkan? Eh dianterin
juga sih ke stasiun."
"Oke. mas!"
Untung saja kau
meminta tolong kepada orang yang tepat. Untung saja kau tidak hanya mengandalkan
dirimu sendiri untuk membuatmu bangun. Bisa bisa kau 'kebablasan' bukan?
"Yuk, caw, sudah
4.20 nih."
Motor sudah melaju
sekitar tiga ratus meter, dan kau baru menyadari sesuatu bahwa dirimu bahkan
lupa untuk mengenakan helm di kepalamu. Kau putar balik lagi ke kosan temanmu
itu.
"Din, sudah
4.40, kereta jam 4.50!"
Tanpa menunggu waktu
lama, temanmu langsung menambahkan kecepatan motor supra yang kalian kendarai.
"Jam berapa Din
sekarang?"
"4.45."
Kau langsung lari
begitu saja dengan tas hijau yang menempel di punggungmu. Kau belum memesan
kereta, kereta yang hendak kau tumpangi sudah lama terparkir di dekat peron
stasiun.
"Mba, kediri
ya!"
"Mas, bilang
sama petugasnya kalau lagi nyetak tiketnya."
Peluit panjang
terdengar, kau bergegas berlari menuju ke arah gerbong.
Pagi itu sepertinya
pagi yang mengharuskan kau lari kesana kemari, pagi yang buru-buru. Pagi kau
harus kembali lagi menuntut ilmu.
Ketika kau duduk di
samping jendela, ketika puluhan kilometer kereta telah berjalan, kau seolah
sedang diberikan hadiah. Hadiah yang indah.
Sebuah fajar di balik
jendela kereta.
Fajar yang membuatmu
langsung menyambar laptop dan menuliskan kisahmu dengan segera.
Kahuripan, 16 Maret 2017