-Catatan dari
seorang mahasiswa biasa-biasa saja-
Kita sudah
sering dengar sebuah kiat-kiat dari mereka yang memiliki prestasi gemilang,
atau dari seorang kakak yang namanya begitu mentereng, juara di sana-sini,
sosok inpiratif dan segala sosok yang membuat kita terkagum-kagum dan layak
menjadi panutan. Tapi pernahkah kita mendapatkan nasehat dari seorang mahasiswa
yang biasa-biasa saja? Nah karena mungkin ada yang belum pernah, maka saya
selaku salah satu tersangka dari mahasiswa biasa-biasa saja tersebut akan
sedikit memberikan wejangan (ceileh wejangan). Siapa tahu bagi kalian yang
bulan depan sudah menyandang status mahasiswa bisa memberikan secuil manfaat.
Kalau tidak
salah sekitar lima tahun yang lalu pertama kalinya menginjakkan kaki di tanah
perguruan tinggi. Saat itu jujur merasa bingung banget dan muncul banyak sekali
pertanyaan di kepala. Kebingungan kedua yang muncul setelah yang pertama suka
rela menginap di sebuah masjid di Semarang saat tes SBMPTN dulu. Dan itu
sendirian tak ada kawan (hiks).
Aku kudu piye?* Baiknya
kuliah itu ngapain aja? Pokoknya waktu itu pikiran nge-blank dan berharap ada orang yang bisa memberitahuku hal-hal
yang baiknya kutahu saat menjadi mahasiswa baru a.k.a maba.
Nah, karena
lima tahun lalu aku tidak mendapatkan sosok yang kurindukan itu (ceileh
dirindukan), makanya tulisan ini bisa dibilang sebagai balas dendam. Lho kok
balas dendam, kak? Iya agar kalian tidak merindu selama itu. (apa sih?).
So,
setidaknya ada beberapa poin tentang what I wish I know when I was Maba. Apa
yang kuharap aku tahu ketika aku menjadi Maba dulu.
1. Seriuslah
dalam belajar
Kak, nasehatnya kok mainstream banget? Justru karena mainstream itu jadi dulu aku
sampai terlupa. Kondisi ketika kuliah bisa dibilang beda jauh dengan ketika
sekolah. Pas sekolah, kita bakalan berangkat pagi, pulang agak sore, dari senin
sampai sabtu. Guru akan memarahi ketika kita malas atau bandel. Di kuliah?
Tidak seperti itu. Kadang ada satu hari yang isinya full kelas (ditambah praktikum) dari pagi sampai mau menjelang
maghrib, terus besoknya malah kosong melompong tak ada kelas dan takkan ada tuh
dosen yang akan mengejar-ngejarmu untuk belajar.
Lalu apa maksudnya serius dalam belajar?
Belajarnya dicicil, dipahami dan diserap, bila perlu ditelan sampai seperti
kita ngeh banget kalau rumus persegi
itu sisi kali sisi. Tapi ingat ya, dipahami bukan dihafal.
Kak emang tidak bisa ya kita belajar pas
mendekati ujian saja, malam sebelum ujian gitu? Bisa, bisa banget. Bisa dapat
nilai A malah kalau latihan dari soal-soal tahun sebelumnya. Tapi yakin seminggu
dua minggu kemudian ditanyakan perihal materi kalian masih ingat?
Materi di
perkuliahan itu biasanya berantai. Kalau sudah gagal paham di mata
kuliah semester 1, maka bakalan puyeng di mata kuliah-mata kuliah semester
selanjutnya.
2. Akrablah
dengan dosen, bila perlu dekati anaknya.
Maaf yang kalimat kedua hanya ngawur, hehe.
Kak kalau akrab dengan dosen ntar nilainya bakalan dikasih bagus ya, kak? Tidak
seperti itu! Dosen itu fair, mau sedekat apapun dengan beliau, kalau kita nggak
mudeng, dosen dengan senang hati ngasih nilai dengan huruf seperti orang
tertawa a.k.a (D). Tapi intinya, dengan dekat dengan dosen banyak sekali
manfaatnya. Kita bisa berkonsultasi, menjadikan beliau pembimbing, ditawari
proyek, mendapatkan surat rekomendasi ataupun mendapat wejangan khusus dari
pengalaman beliau yang pastinya begitu berharga.
Kak, nantinya dosen kita bakalan banyak
banget, kan? Iya betul banget. Dari dosen yang banyak banget itu, setidaknya
pastikan ada beberapa dosen yang kau dekat dan beliau mengenalmu dengan baik.
Caranya bagaimana? Aktif di kelas, jadi
asisten dosen maupun asisten laboratorium dan tentunya dekati secara personal.
(Jangan dekatin anaknya, itu namanya modus)
3. PDKT
beberapa organisasi, habis itu lamar.
Pas masuk awal kuliah, kau PDKT beberapa
organisasi tuh. Tapi kalau boleh ngasih saran, pilih organisasi yang sesuai
minat dan bakatmu dan perhatikan juga ruang lingkup organisasi tersebut.
Akan ada organisasi tingkat jurusan, tingkat
fakultas, tingkat universitas, organisasi daerah asal. Nah lho, dilihat
tingkatnya saja sudah ada 4. Padahal di tiap tingkat itu ada anak-anaknya lagi.
Banyak kan? Saran saya di tiap tingkat itu minimal satu didaftari untuk fasa
maba.
Nah setelah di tahun kedua, fokuslah di 2-3
organisasi saja. Jadilah ‘sesuatu’ di sana. Bisa ketua, sekjend atau posisi
penting lainnya. Itu lebih bagus daripada ikut sepuluh (iki lebay) namun tidak
jadi apa-apa. Kak organisasi yang lain bagaimana? Tetaplah jadi anggota,
tetaplah sering muncul dan berkawan dengan anggota-anggotanya. Tidak dipilih
bukan berarti dilupakan, kan?
4. Buatlah
banyak pertemanan, lalu bentuk geng.
Kalau ada kata geng, pikiran kita langsung
buruk sih ya? Ingatnya sama geng begal atau geng nero atau geng-geng yang
diberitakan negatif di televisi, sih.
Darimana dapat pertemanan? Dari organisasi
itu, dari temennya temen, pokoknya ketika selesai kelas, jangan langsung balik
kosan terus tidur, mending duduk-duduk sebentar untuk ngobrol-ngobrol.
Setelah punya banyak teman, kan kita otomatis
tidak bisa dekat dengan semua orang kan? Nah itulah yang kumaksud sebagai geng.
Ada sekumpulan orang yang kau begitu dekat dengan mereka. Ketawa bareng,
belajar pas ujian bareng, kadang futsal atau badminton bareng, bisa juga ke
pantai bareng.
Banyak juga lho geng belajar bareng pas mau
dekat-dekat masa ujian.
Kelihatannya sih sepele, tapi manfaatnya
banyak lho.
5. Buatlah
Curriculum Vitae (CV)
Janji deh ini poin yang terakhir, hehe.
Apa itu CV? Sebuah catatan tentang perjalanan
hidupmu, apa yang kau lakukan dan apa yang kau raih. Biasanya sih digunain
untuk melamar kerja.
Kak, tapi kan aku maba, masa udah diminta
buat CV. Belum saatnya kan? Nanti aja pas lulus ketika mau melamar kerja. Iya
kan?
Nah, itu juga yang ketika maba dulu aku
pikirkan. Ngapain juga buat CV pas awal-awal kuliah. Tapi aku rasa itulah yang
paling penting.
Tulislah CV apa yang ingin kau raih dari kau
maba sampai lulus nanti. Jadi CV di sini merupakan kumpulan target-target yang
ingin kau capai selama empat tahun studimu (normalnya 4 tahun). Misalnya, juara
di tingkat nasional, exchange ke luar negeri, conference, jadi ketua di
organisasi A, jadi asisten lab dan asisten dosen, pernah mengikuti pelatihan C,
menguasai bahasa Arab, Jepang Cina dan masih banyak lagi target-target yang
setiap orang pasti berbeda.
Semakin terperinci target di CV masa depanmu.
Maka akan semakin bagus.
Lima poin itu dulu ya (akhirnya selesai juga
ngetiknya). Nanti kalau terpikirkan poin yang lain lagi, insya Allah saya
susulkan di tulisan selanjutnya.
Intinya sih, tulisan ini sebagai catatan dari
seorang mahasiswa biasa-biasa saja kepada kalian yang kelak akan menjadi
mahasiswa luar biasa yang mengguncang jagat raya.
See you on
top, guys! – sambil melambaikan tangan.
Dari :
Irkham Maulana – Mahasiswa Biasa Biasa Saja
*Catatan : Judul ini terinspirasi dari judul
What I wish I know when I was 20 karya Tina Seelig