Dalam hutan pedalaman Kalimantan Barat hidup berbagai
populasi hewan yang saling selaras dengan alam. Terdapat kumpulan kerbau dengan
burung jalak yang menempel di pundaknya. Burung-burung penuh warna menari-nari
di udara membentuk formasi yang tidak kalah dengan indahnya pelangi. Tupai dan
bajing terus menerus lompat dari dahan satu ke dahan lainnya guna mencari
makan. Dan masih banyak lagi. Disana juga ada sekawanan rusa.
Dari sekian banyak rusa tersebut,
ada satu rusa yang seolah-olah tidak mau bergabung dengan rusa lainnya. Rusa
itu bernama Rehan. Dia tidak suka berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Hanya
terdiam membisu di tepian danau.
Rasa kepedulian membuat rusa lain
bernama Ragil akhirnya mencoba menemani ‘kawan’ kecilnya tersebut. Takut jikalau
Supri melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Bunuh diri misalnya.
“Kenapa kau kawan, kau sehat kan?
Ada kah yang mengganggu pikiranmu hingga akhir-akhir ini kau sering menyendiri
di sekitar danau ini?” tiba-tiba pertanyaan lembut itu membuyarkan lamunan Rehan.
“Kau tahu Ragil, kita itu buruk ya?“
celetuk Rehan tanpa menoleh wajahnya ke arah Ragil.
“Eh, kok bisa gitu?” tanya balik si
Ragil sambil mengernyitkan dahi. Tak paham benar apa maksud dari kalimat buruk
yang barusan dilontarkan kawannya itu.
“Lihatlah baik-baik ke dalam air
danau itu, kita tidak memiliki tanduk yang seindah punya si Raymond, tanduk
yang membuatnya dikagumi oleh para rusa betina. Dan kau lihat sendiri kakimu
dan kakiku, bukankah itu terlihat jelek sekali dengan ukuran kurus dan sekecil
ini? Nampaknya Tuhan menaruh yang jelek-jelek pada diri kita, dan menaruh rusa
menawan itu justru pada si Raymond”
“Jadi itu yang membuat kau terus
menyendiri di sini Ray, kau disini hanya untuk merenungi apa yang menurutmu
suatu ‘ketidakadilan’. Kau memanasi hatimu sendiri dengan terus menerus
berharap ‘kebaikan’ yang dimiliki Raymond itu harusnya jadi milikmu?” yang
ditanya justru terdiam membisu memandangi pantulan bayangannya sendiri di air.
Aku ini buruk dengan segala
keburukan ini.
Hari itu, sebuah permohonan
terlontar dengan mantap dari mulut si Rusa ‘penyendiri’ itu. “TUHAN, BERI
AKU TANDUK YANG JAUH LEBIH BAGUS DARI PUNYA Raymond,
DAN HILANGKANLAH KAKI KURUSKU INI, GANTILAH DENGAN KAKI YANG BERISI AGAR
TERLIHAT LEBIH GAGAH DIBANDINGKAN RUSA LAIN.”
Petir menyambar-nyambar di udara. Seolah
ikut mengamini doa Rehan. Dan Rehan akhirnya tertidur di bawah pohon rindang
setelah mengucapkan doa dengan segala suara yang ia punya.
***
Keesokan harinya, seperti biasa, ia
menuju kembali ke tepian danau untuk kembali melanjutkan ratapan kejelekan
dirinya. Tapi dirinya sungguh tercengang. Ia melihat tanduk yang sangat indah,
jauh lebih indah daripada kepunyaan Raymond.
Tanduk itu ada di kepalanya sekarang. Dan lihatlah kakinya sekarang,
berisi dan terlihat lebih gagah. Tidak ada lagi kaki kurus menyedihkannya
tersebut.
Dan prediksinya kemarin sore memang
benar-benar jitu, dengan segala daya tarik yang sekarang ada pada dirinya, para
rusa betina berebut untuk memikat hati Rehan, bahkan tidak hanya rusa saja yang
terpikat, manusia pun juga.
Melihat tanduk yang teramat menawan
tersebut, timbul juga keinginan manusia untuk memilikinya. Dengan bermodalkan
tombak yang ujungnya sudah dipertajam dengan pisau, para manusia beringas memburu
Rehan.
Seharusnya Rehan bisa dengan mudah
lari meloloskan diri dari kejaran pemburu yang berlari tersebut. Bukankah
kecepatan lari rusa jauh lebih tinggi dibandingkan kecepatan lari seorang
manusia?
Sayang beribu sayang, kaki yang ia
miliki sekarang bukanlah kaki yang menemaninya lari dari dulu. Dan sialnya
lagi, ketika ia berusaha bersembunyi dengan masuk ke dalam hutan lebat, Tanduk
yang menawannya justru tersangkut di antara pohon-pohon bambu.
Pantulan kilatan cahaya dari bilah
pisau manusia sudah berada satu meter. Kian lama kian mendekat ke kulit sang
rusa.
Dalam sepersekian detik itu si
Rehan tersadar.
Tanduk yang ia
puja-puja ternyata yang menjadi malapetakan bagi hidupnya. Dan kaki kurusnya
yang dianggap menyedihkan ternyata justru yang selama ini membantunya berlari
kencang meloloskan diri dari kejaran pemangsa.
Bukankah
sahabatnya Ragil kemarin berpesan... boleh jadi yang kita anggap baik, ternyata
justru buruk bagi kita. dan boleh jadi sesuatu yang kita anggap buruk, ternyata
justru terbaik bagi kita.
Ahhh, salahku
juga tidak mendengarkan nasihat baiknya....
***
Gambar :